Rabu, 31 Agustus 2016

Menghitung Emisi Karbon dalam Transportasi Menggunakan Pesawat Terbang

Cetak e-Ticket Garuda Indonesia

Dalam perjalanan dari Surabaya ke Jayapura 30/8 kemarin, saya mengisi waktu dengan membaca teks yang ada di dalam tiket yang saya pegang. Selain harga tiket, di situ tercatat jumlah perkiraan emisi karbon menggunakan pesawat Garuda Indonesia GA-630 Bombardier CRJ-1000 per orang dalam perjalanan ini yaitu 256,69 kg per orang.

Berikut ini adalah simulasi yang saya gunakan dari website ICAO.

Emisi karbon pesawat terbang

Perjalanan menggunakan kendaraan dengan combustion engine (baca: mesin dengan bahan bakar hidrokarbon) adalah perjalanan yang menghamburkan emisi karbon. Katakanlah kita menanam pohon yang cukup besar untuk menampung karbondioksida yang kita buang ke alam dengan kapasitas serap 100 kg per tahun, maka dalam sekali perjalanan, saya harus menanam setidaknya 2-3 pohon agar siklus karbon di alam menjadi impas. Jika dalam 1 tahun saya melakukan perjalanan yang sama sebanyak 12 kali, bisa dipastikan saya wajib memiliki lahan yang cukup luas hanya untuk menampung pohon-pohon yang harus saya tanam.

Saya pernah punya pemikiran yaitu bagaimana jika ijin kepemilikan kendaraan bermotor, selain wajib memiliki garasi untuk tempat parkir, maka wajib juga untuk menanam pohon sesuai dengan emisi karbon yang akan dibuang oleh kendaraan tersebut. Jadi, jika tidak punya pohon untuk membantu menormalkan siklus karbon di alam, maka ijin kepemilikan kendaran bermotor tidak diberikan.

Selasa, 16 Agustus 2016

Strategi Memperoleh Tiket Murah ke Papua di Masa Sulit

Dalam beberapa minggu terakhir, banyak rekan-rekan yang berasal dari Papua mengeluhkan mengenai ketidaktersediaan tiket pesawat ke Jayapura. Kalau ada, harganya menjadi sangat melambung dan terasa tidak masuk di akal.

Sebelum kita meluncur ke masalah strategi, mari kita bahas mengenai kelas pada tiket pesawat. Beberapa orang mengetahui bahwa pesawat terdiri dari kelas Ekonomi, Bisnis, dan First Class. Untuk yang terakhir ini tidak saya bahas karena tidak tersedia dalam penerbangan ke Jayapura. Perlu dicatat bahwa apa yang saya bahas ini bukan merupakan ilmu yang diperoleh dari dalam maskapai, namun semacam reverse engineering dari sisi saya sebagai pengguna jasa penerbangan.

Rabu, 27 Juli 2016

Menunggu Presiden Lewat

Pemandangan menarik dalam perjalanan ke kantor hari selasa pagi (27/7) kemarin adalah banyaknya anak-anak di sepanjang Jl. Magelang yang berdiri untuk menunggu presiden lewat.

Jaman saya kecil dulu sangat lumrah anak-anak menunggu Camat, Kepala Dinas, Bupati, Gubernur atau Menteri yang melakukan kunjungan ke wilayahnya dengan persiapan yang bahkan bisa sampai berminggu-minggu. Sekarang, hal itu sudah sangat jarang dilakukan. Kalau mau datang ya datang saja, dan anak buah pejabat yang berkepentingan saja yang sibuk menyiapkan untuk kedatangan pejabat tersebut.

Kegiatan menyambut Presiden bisa dipandang sebagai hal yang positif maupun negatif. Secara positif, anak-anak bisa terhibur dan bisa melihat Presiden lewat dan siapa tahu nanti akan termotivasi dan bercita-cita menjadi seorang presiden. Seseorang yang saya kenal yang akhirnya jadi PNS bercerita bahwa dia ingin menjadi PNS karena waktu kecil melihat mereka datang dengan jip hijau plat merah dan sangat dihormati.

Secara negatif, anak-anak kehilangan jam belajar, kemudian secara sadar atau tidak sadar, anak-anak itu melihat dan terpatri dalam otak mereka bahwa pejabat harus diprioritaskan dan didahulukan di jalan raya, meskipun hal ini memang sudah tertulis di peraturan resmi.

Anak-anak jaman sekarang sebaiknya diberikan sebuah pemahaman dan dilibatkan dalam contoh nyata dalam format yang kreatif, bahwa menjadi pejabat bukan pada konteks untuk mendapat prioritas dan kehormatan, namun lebih menjadi pemimpin sekaligus pelayan masyarakat untuk membawa masyarakat menjadi lebih sejahtera.

Jumat, 08 Juli 2016

Oleh-oleh Nuoqi Milk Soft Candy

Permen Nuoqi Milk Soft Candy ini kami beli di Dried Food Market di Thailand, permen ini berisi semacam gummy jelly dengan berbagai rasa, yaitu jagung, anggur, stroberi, delima, semangka, dan mangga. Nah, gummy jelly ini dibalut dengan susu putih chewy yang lembut sehingga rasanya enak ketika dikunyah. Untuk packing yang 380 gram isi 100 kami tebus dengan harga 130 THB

Dried Food Market yang dimaksud adalah tempat di pertengahan perjalanan antara Pattaya dan Bangkok, bentuknya adalah sebuah toko oleh-oleh yang mirip dengan toko oleh-oleh di Indonesia yang menjual berbagai makanan kering khas Thailand yang bisa dibawa pulang ke Indonesia.

Rabu, 29 Juni 2016

Mencari Jasa Laundry Kiloan di Bangkok

Perjalanan keliling sebagian Asia Tenggara seminggu yang lalu memberikan tantangan tersendiri, terutama mengenai bekal yang perlu dibawa untuk keperluan perjalanan. Idealnya, barang yang dibawa haruslah selengkap mungkin, namun juga batasannya adalah kepraktisan dalam berpindah tempat. Barang yang lengkap akan memerlukan ukuran koper yang besar, dan tentu saja akan memberatkan dalam mengangkut ke sana kemari. Kami membatasi bawaan dengan koper dengan ukuran kecil.

Standar perjalanan kami yaitu membawa pakaian secukupnya untuk keperluan 3 - 4 hari, dengan asumsi seperti waktu di Hong Kong, kami memasrahkan baju untuk dicuci di laundry kiloan. Untuk Sio yang masih bayi, kami mencoba menghitung jumlah susu dan diapers dengan seakurat mungkin untuk keperluan 6 hari 5 malam.

Di Singapura, banyak layanan laundry DIY (do it yourself) di mana kita tinggal memasukkan koin uang SGD dan mesin cuci berjalan secara otomatis dan pakaian selesai dengan kering. Karena terlena dengan jalan-jalan di luar, akhirnya selama 3 hari 2 malam itu kami tidak mencuci baju di Singapura, padahal tempatnya hanya 300 meter dari hotel.

Untuk alas kaki, saya tidak membawa sandal, dan mempercayakan pada salah satu model sepatu North Star dari Bata yang tipis dan sirkulasi udaranya bagus, sehingga lebih aman dari bau. Intinya, kami mencoba membawa barang yang benar-benar diperlukan saja, dan menyisihkan barang yang sudah ada substitusinya, seperti mengenai memilih salah satu antara sandal dan sepatu tadi.

Kembali kepada pakaian, di Bangkok selama 4 hari 3 malam itu kami berpindah hotel setiap malam, dan selalu tiba malam karena mengikuti tur yang sudah dijadwalkan. Di sore hari pertama tiba di Bangkok, saya keliling di dekat hotel dan mendapati banyak laundry kiloan, namun apa dikata, kalau malam mereka sudah tutup, dan kemungkinan kecil mereka mau lembur untuk bisa diambil pagi sebelum jam 6, karena jam 7 kami sudah dijemput bus untuk menuju ke tempat-tempat wisata. Di hotel, staf yang standby tidak lebih dari 10 orang saja, mulai dari security, bell boy, resepsionis, dan room service. Petugas laundry juga diketahui sudah kembali ke rumah masuk ke dalam peraduan mimpinya. Selain itu, laundry di hotel menerapkan biaya yang nyaris sama dan bahkan lebih mahal dengan harga kaos dan celana yang mau dicuci ;)

Harga laundry Hotel Dynasty Bangkok

Solusinya? Lari ke 7 Eleven beli Rinso (saya yakin saja namanya Rinso, karena bungkusnya persis, hanya tulisannya menggunakan aksara Thailand, aromanya khas dan sama-sama produksi Unilever). Pakaian direndam dan dikucek pakai air panas dari wastafel di kamar mandi hotel. Ini dia penampakannya.

Rinso Thailand
Tinggal peras sampai bersih, dan di 'spin' menggunakan tangan dengan kecepatan layaknya latihan kung fu, maka baju menjadi setengah kering dan tinggal diangin-anginkan setengah malam di keringnya angin dari AC kamar hotel. Paginya, baju sudah siap untuk diseterika dan dipakai kembali. Tips lain yang bisa dilakukan adalah jika di hotel ada kulkas mini, taruh saja di belakangnya, maka akan lebih cepat kering karena hangat. Dalam rangkaian perjalanan ini, saya sempat menganginkan cucian kaos kaki di Singapura dengan hairdryer yang ada di hotel dan berhasil kering dalam waktu kurang dari 3 menit.

Demikianlah penyelesaian atas petualangan kami mencari jasa laundry kiloan di Bangkok yang mungkin bisa diterapkan juga di tempat lain dalam keadaan darurat.

Jalan-Jalan Wisata ke Johor Bahru di Malaysia, Singapura, dan Bangkok-Pattaya di Thailand

Pada tanggal 19 - 24 Juni 2016, kami sekeluarga mengambil off selama seminggu untuk mengisi liburan sekolah dengan mencari pengalaman baru dengan mengunjungi 3 negara, yaitu Malaysia, Singapura, dan Thailand. Perjalanan ini tergolong agak spontan, karena keputusan diambil hanya beberapa minggu sebelum keberangkatan.

Sebenarnya, pengalaman ke Malaysia dan Singapura bukan merupakan pengalaman baru, karena kami sudah mengunjungi beberapa kali di tahun-tahun sebelumnya, baik dalam rangka sekedar jalan-jalan, maupun keperluan bisnis. Tahun 2010 yang lalu saya juga sempat melakukan perjalanan ke Thailand.

Nah, dimulai dari awal, kami sejatinya ingin pergi ke Bangkok sekeluarga berempat (2 dewasa 1 anak dan 1 bayi) untuk sekedar mengurangkan jatah miles Garuda yang mau expire, karena aturan baru dari Garuda Miles, mileage akan kadaluarsa jika tidak dipakai selama 3 tahun. Nah, selama 3 tahun ini saya belum pernah menebus award ticket dari Garuda. Berdasarkan hitungan, jumlahnya cukup untuk PP 3 orang dengan rute Jakarta (CGK) - Bangkok (BKK), jadi tinggal memikirkan Yogyakarta (JOG) - Jakarta (CGK) PP. Nah, karena rencana ini terpapar ke keluarga, jadilah orang tua dan adik-adik ingin ikut dengan biaya sendiri. Karena mileage tidak cukup untuk bertujuh, akhirnya kami mencari maskapai low cost, dengan permintaan agar bisa mengunjungi Singapura, karena mereka belum pernah ke sana.

Setelah kutak katik rute, kami mencoba untuk mengambil rute Jogja-Singapura-Bangkok-Jakarta-Jogja. Ternyata, harga tiket dari Jogja ke Singapura hari itu di atas 1 juta rupiah. Padahal, biasanya tiket promo berada di antara 400 - 700 ribu rupiah. Ternyata, tanpa sengaja, pada hari yang sama kami dapat info bahwa tiket dari Jogja ke Johor Bahru baru sedang promo, dan kami mendapatkan di harga 269 ribu per kursi, belum termasuk pemilihan kursi, bagasi dan makanan. Bagasi juga beli secukupnya, dan untuk makanan tidak diperlukan karena memasuki bulan Ramadan dan kami juga sudah makan siang. Setelah mencari berbagai kombinasi biaya paling murah, rutenya kemudian berubah menjadi Jogja - Johor Bahru. Singapura - Bangkok BKK, Bangkok DMK - Jakarta, dan Jakarta - Jogja.

Nah, sharing pengalaman perjalanan yang ingin saya ceritakan kurang lebih adalah seperti ini:

Perjalanan Bangkok Don Mueang - Jakarta - Jogja

Foto bersama di Don Mueang Airport Bangkok
Karena tema dari perjalanan ini adalah budget travel alias perjalanan hemat, maka kami membeli tiket dengan rute putus. Artinya antar penerbangan tidak tersambung, tentu saja dengan resiko jika ada hambatan di penerbangan sebelumnya, maka akan bisa berdampak pada resiko tertinggal penerbangan berikutnya tanpa ada kompensasi dari maskapai sebelumnya. Faktor lainnya adalah, maskapai low cost tidak banyak yang menyediakan tiket connecting dengan ketibaan pada hari yang sama. Entah bagaimana, jika kita mengambil tiket connecting, mereka seolah 'memaksa' kita untuk menginap setidaknya semalam di kota transit, entah di Singapura, Kuala Lumpur, atau Jakarta. Artinya, jika harus menginap akan menambah biaya hotel. Kalau, tidak sedang bersama anak-anak, mungkin tidur di bandara adalah pilihan hemat yang bisa diambil.

Penerbangan kami adalah Indonesia Air Asia X nomor penerbangan XT-251 keberangkatan dari Bangkok Don Mueang (DMK) tanggal 24 Juni jam 11.25 tiba di Jakarta (CGK) jam 14.45, dilanjutkan dengan Batik Air ID-6366 berangkat dari Jakarta (CGK) jam 18.30 tiba di Yogyakarta (JOG) jam 19.30. Selisih antar penerbangan 3 jam kami anggap aman untuk mengantisipasi delay maupun antrian imigrasi dan pindah dari terminal 3 ke terminal 1. Untung saja penerbangan tepat waktu dan nyaris tidak ada antrian imigrasi di Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta. Dengan demikian, kami tidak terburu-buru ketika melapor ke penerbangan berikutnya.

Penerbangan berikutnya ke Jogja juga tepat waktu, dan kami tiba di rumah sekitar jam 20.00 GMT+7, dilanjutkan dengan persiapan packing, karena hari minggu sudah pergi lagi ke Makassar selama 5 hari.

Tulisan ini merupakan salah satu dari cerita rangkaian perjalanan keluarga kami melintasi Malaysia, Singapura dan Thailand tahun 2016.

Melihat Nanta Show di Bangkok

Dalam perjalanan dari Pattaya ke Bangkok, jalan agak macet, sehingga kami tiba jam 19.00. Akhirnya, kami urung ke MBK untuk melihat-lihat suasana maupun barang yag dijual di pusat perbelanjaan itu. Kami akhirnya masuk ke resto di sebuah hotel untuk makan malam selama kurang lebih 45 menit, kemudian melanjutkan ke Nanta Show.

Cookin Nanta adalah pertunjukan hiburan dengan tema masak memasak. Pertunjukan ini dimulai pukul 20.00 GMT+7. Pertunjukan ini dibalut dengan komedi yang menyenangkan, dan penonton dibuat tertawa dengan tingkah laku 5 orang aktor yang bertingkah kocak dengan menampilkan atraksi yang lucu.

Selesai menonton Nanta Show, kami kembali check-in ke Dynasty Hotel Bangkok untuk beristirahat dan melanjutkan perjalanan kembali ke Jakarta esok hari.

Tulisan ini merupakan salah satu dari cerita rangkaian perjalanan keluarga kami melintasi Malaysia, Singapura dan Thailand tahun 2016.

Selasa, 28 Juni 2016

Floating Market Pattaya, Silverlake, dan Dried Food Market

Silver Lake Pattaya
Dalam kepulangan kembali ke Bangkok dari Pattaya, kami mengunjungi Floating Market di Pattaya. Floating market semacam ini di Indonesia ada juga di Banjarmasin, di mana transaksi jual beli barang dilakukan di atas perahu di pasar sungai. Bedanya, pasar terapung di Thailand sudah diubah rancangannya untuk menerima kunjungan turis dan ada loket untuk mendata turis yang masuk ke pasar terapung ini.

Dalam perjalanan menuju ke pasar terapung, kami berhenti di Silverlake untuk sekedar berfoto selama kurang lebih 15 menit. Daerah ini adalah milik perseorangan dan dibuat dengan bentuk perkebunan anggur dan bangunan dengan gaya arsitektur Italia.

Salah satu makanan favorit yang ada di pasar terapung Pattaya adalah ketan mangga (mango sticky rice). Makanan ini adalah khas Thailand, namun di Indonesia juga banyak yang menjualnya. Dalam perjalanan kembali ke Bangkok, kami mampir di tempat oleh-oleh yang menjual berbagai macam makanan kering khas Thailand. Jangan kuatir dengan masalah pemuatan di koper, karena tersedia layanan packing gratis dengan dus yang aman, disediakan untuk pembelian di atas 1000 Baht.

Waktu sudah sore, sehingga kami sudah tidak sempat lagi mampir ke MBK untuk melihat mall yang merupakan pusat belanja murah di Bangkok.

Tulisan ini merupakan salah satu dari cerita rangkaian perjalanan keluarga kami melintasi Malaysia, Singapura dan Thailand tahun 2016.

Gems Gallery Pattaya dan Nong Nooch Village

Hari ke-3 perjalanan Bangkok - Pattaya, kami mengunjungi Gems Gallery Pattaya, dan di sana kami naik kereta listrik untuk melihat proses penambangan dan pembuatan perhiasan dengan batu permata secara langsung. Selesai itu, maka tamu diarahkan ke show room besar yang menjual perhiasan dengan batuan berharga, yang memiliki harga yang aduhai.

Setelah semua anggota rombongan masuk ke dalam bus, kami menuju ke Nong Nooch Village untuk melihat pertunjukan tarian tradisional Thailand dan melihat pertunjukan gajah, dilanjutkan dengan makan siang dengan menu tradisional di area yang sama.

Tulisan ini merupakan salah satu dari cerita rangkaian perjalanan keluarga kami melintasi Malaysia, Singapura dan Thailand tahun 2016.

Big Bee Farm Pattaya, Pantai Pattaya dan Art In Paradise

Memasuki Pattaya, kami wajib mampir ke Big Bee Farm, yaitu peternakan lebah yang besar di Pattaya. Kami diberikan penjelasan mengenai jenis-jenis lebah dan proses budidaya, dan juga mencicipi minuman madu yang dicampur dengan royal jelly, berikut penjelasan mengenai manfaat suplemen makanan ini.

Kemudian, setelah rombongan selesai berbelanja produk madu, kami menuju ke Pantai Pattaya dan berhenti di depan Hard Rock Pattaya untuk sekedar berfoto dan belanja merchandhise.

Area Pattaya ini kecil dan jalannya kebanyakan adalah searah, sehingga kita bisa berputar-putar dalam waktu kruang dari 30 menit. Kami kemudian mengunjungi Art In Paradise yang menyuguhkan lukisan-lukisan di dinding dan di lantai. Para tamu wajib melepas sepatu, karena untuk kebersihan dan juga mencegah adanya goresan di lukisan.

Efek visual ditampilkan di sini, sehingga dalam foto kita seolah-olah berada di dalam gambar lukisan. Selesai mengunjungi Art In Paradise, kami pergi makan malam sambil menunggu sebagian dari anggota rombongan yang mengambil tur optional untuk melihat show banci. Selesai itu kami kemudian check in ke hotel Century Pattaya. Hotel tua yang cukup untuk sekedar beristirahat malam dan berjalan kaki menikmati area Pattaya di sekitar hotel.

Tulisan ini merupakan salah satu dari cerita rangkaian perjalanan keluarga kami melintasi Malaysia, Singapura dan Thailand tahun 2016.

Menyusuri Sungai Chao Phraya, Mengunjungi Wat Traimit dan Wat Arun di Bangkok

Perjalanan hari ke-2 di Bangkok dimulai dengan mengunjungi Wat Traimit, yaitu Kuil Buddha Emas. Karea tur kami adalah SIC (seat in coach), kami bersama-sama dengan tamu lain dari Indonesia. Ada yang dari Medan, Jakarta, dan Ambon. Masing-masing berada di hotel yang berbeda sehingga harus menjemput satu per satu.

Setelah mengunjungi Wat Traimit, kami masuk ke area Sungai Chao Phraya dan sepakat gotong royong untuk menyewa 1 perahu untuk digunakan secara private, daripada harus berjalan jauh menuju ke Wat Arun. Dalam perjalanan, kami sempat menepi untuk memberi makan ikan patin dengan roti yang sudah disesiakan di perahu. Di Wat Arun, para ibu berbelanja karena infornya di sinilah harga-harga barang paling murah untuk kualitas barang yang sama, dibandingkan dengan membeli di MBK. Para pedagang pun mau dibayar dengan menggunakan Rupiah, sehigga tidak perlu kuatir jika kehabisan uang Baht.

Makan Siang di Nouvo City Hotel

Selanjutnya, kami pergi ke Nouvo City Hotel untuk makan siang dan melanjutkan perjalanan sembari tidur siang di bus selama 2 jam ke Pattaya.

Tulisan ini merupakan salah satu dari cerita rangkaian perjalanan keluarga kami melintasi Malaysia, Singapura dan Thailand tahun 2016.

Perjalanan ke Bangkok: Dynasty Hotel Bangkok

Pasar Malam di Ramkhamhaeng Bangkok

Setelah seharian berkeliling Singapura, kami melanjutkan perjalanan ke Bangkok dengan menggunakan maskapai Tiger Air TR-2104 jam 12.30 GMT+8. Perjalanan berangkat pagi atau siang menurut saya adalah perjalanan yang paling pas, karena kita tidak terburu-buru untuk checkout di Singapura dan juga waktunya pas untuk check-in penginapan di Bangkok.

Perjalanan kami cukup mulus, dan kami semua tiba tepat waktu di Suvarnabhumi Airport (BKK). Oh ya, di Bangkok ini, karena kendala bahasa dan juga faktor pertimbangan membawa banyak anggota keluarga, kami memilih untuk tidak tur sendiri, namun menggunakan jasa tur. Biayanya terhitung hemat, untuk keseluruhan tur 4 hari 3 malam, sudah termasuk hotel, kendaraan, makan, dan tipping wajib bagi guide dan driver, biayanya dibulatkan adalah Rp. 1.500.000 per orang, dengan minimum keberangkatan 2 orang.

Di bandara, kami sudah dijemput oleh Ms. Alisa atau bisa dipanggil Ms. Sofia, yang fasih berbahasa Melayu, karena katanya pernah kuliah di Malaysia. Kami diantar ke Dynasty Hotel Bangkok, dan acara kami seharian sampai malam adalah acara bebas. Hotel Dynasty ini adalah hotel yang tua, namun dari segi harga memang murah. Bagi yang mau mandi, ada bathub yang bisa digunakan untuk berendam air panas, Air minum panas disediakan dengan thermos di dalam kamar dan kita bisa mengambil dan mengisi ulang di restoran depan lobi. Kami request connecting room sehingga anak-anak bisa wara-wiri ke kamar opungnya tanpa perlu keluar kamar.

Kamar hotel kami menghadap Kanal Saen Saep, dan kami bisa melihat banyak orang yang naik turun perahu untuk keperluan transportasinya.

Transportasi Sungai di Bangkok

Untuk kuliner, di area hotel ini ada pasar malam yang menyajikan jajanan dan makan dengan harga yang murah.

Tulisan ini merupakan salah satu dari cerita rangkaian perjalanan keluarga kami melintasi Malaysia, Singapura dan Thailand tahun 2016.

Pertunjukan Wonder Full - Light and Water Show Singapura


Pemandangan Singapura bagus juga untuk dinikmati di malam hari. Salah satunya adalah Pertunjukan Wonder Full - Light & Water Show Singapura yang bisa dilihat gratis di area Marina Bay Sands, yang diputar mulai pukul 20.00 dan 21:30. Pada hari Jumat dan Sabtu malam, ada pemutaran tambahan di jam 23.00.

Untuk menuju ke show ini, kami naik MRT menuju Bayfront, dan berjalan menuju ke lokasi show. Pertunjukan yang dimainkan adalah air mancur yang menari yang diproyeksi dengan animasi yang spektakuler. Pertunjukan ini juga bisa dinikmati dari seberang, di area Merlion Park.

Tulisan ini merupakan salah satu dari cerita rangkaian perjalanan keluarga kami melintasi Malaysia, Singapura dan Thailand tahun 2016.

Paket Tur Setengah Hari Keliling Singapura: Merlion Park, Chinatown, Little India

Tur Bus Keliling Singapura
Kita bisa membeli paket tur harian untuk keliling Singapura di beberapa provider dengan kisaran harga SGD 20 untuk per orang. Kebetulan, selain memperoleh harga hotel paling murah di V-Hotel Lavender, kami juga memperoleh bonus paket jalan-jalan setengah hari keliling Singapura dengan dipandu tur guide dan naik armada bus.

Lokasi kumpul untuk perjalanan ini adalah Mackenzie Heavy Vehicle Coach Park (di samping Mackenzie Used Car Centre, 68 Mackenzie Rd, Singapore 228687) sebelum pukul 09.00 GMT+8. Pada perjalanan pertama, kami menuju ke Merlion Park sambil dijelaskan mengenai tempat-tempat yang kami lewati oleh pemandu. Kebetulan pemandunya juga fasih berbahasa Indonesia, sehingga komunikasinya cukup mudah.

Setelah cukup menikmati Merlion Park, kami diajak ke Chinatown, dan perjalanan berikutnya adalah ke Little India. Hanya saja, di Chinatown kami memilih untuk tetap tinggal dan bersantai di restoran setempat, karena Little India cukup dekat dengan Lavender, dan kami akhirnya pergi dengan berjalan kaki ke sana pada sore harinya.

Tulisan ini merupakan salah satu dari cerita rangkaian perjalanan keluarga kami melintasi Malaysia, Singapura dan Thailand tahun 2016.

Pengalaman Menginap di V-Hotel Lavender Singapura

V-Hotel Lavender Singapura
Jika bepergian ke Singapura dan berencana untuk keliling dengan menggunakan transportasi publik seperti MRT, saya sering menginap di V-Hotel Lavender, karena begitu turun di hotel langsung dapat masuk ke pintu Stasiun MRT Lavender dan antara pintu dan tempat masuk kereta cukup dekat. Kalau kita jalan bersama dalam 4 orang, maka taksi adalah pilihan yang bisa dipertimbangkan untuk pergi dalam jarak dekat karena harganya selisih sedikit jika dihitung per orang.

Di bagian bawah banyak kedai makanan dan food hawker, baik yang menyediakan makanan halal maupun non halal. Kamar bersih dan cukup nyaman. Untuk mencari hotel murah di Singapura, saya mencoba situs-situs yang melakukan perbandingan harga hotel seperti Hotels Combined. Dari pengalaman menggunakan pembanding harga hotel, ketersediaan kamar dan harga di hotel dan di hari yang sama antar provider bisa berbeda-beda.

Dari Hotels Combined ini kami memperoleh paket V-Hotel Lavender paling murah dari Asia Travel, yang juga memberikan bonus paket tur keliling Singapura dengan bus dan pemandu.

Tulisan ini merupakan salah satu dari cerita rangkaian perjalanan keluarga kami melintasi Malaysia, Singapura dan Thailand tahun 2016.

Senin, 27 Juni 2016

Perjalanan Yogyakarta - Johor Bahru - Singapura

Kampung Bakar Batu Johor Bahru Malaysia
Perjalanan dari Jogja ke Johor Bahru dengan Air Asia AK 1115 yang kami lakukan pada tanggal 19 Juni 2016 sekeluarga merupakan perjalanan transit, karena begitu mendarat di Johor Bahru sekitar jam 17.00 GMT+7, kami langsung naik bus selama kurang lebih 50 menit menuju ke JB Sentral dengan biaya MYR 10 per orang.

Di JB Sentral, kami langsung masuk ke kompleks Imigrasi Malaysia di CIQ Complex untuk keluar dari Malaysia dan masuk ke Woodlands Singapura. Ternyata, perkiraan melintasi imigrasi selama 1-2 jam meleset jauh dari kenyataan, karena antrian di CIQ Complex sangat panjang dan sesak, ditambah antrian bus juga tidak kalah panjang dan sesak. Kemungkinan karena hari Minggu malam banyak yang kembali ke Singapura untuk bekerja di hari Senin, ditambah dengan rombongan yang kembali dari Legoland. Kami masuk ke bus CW1 tujuan ke Kranji MRT dengan kepadatan yang aduhai. Masuk Singapura, antrian juga panjang ditambah sesi tanya jawab antara kami dengan pihak imigrasi untuk memastikan orang asing yang masuk ke negaranya adalah orang yang tidak bermasalah.

Karena lewat jam 23 malam, maka bus penyeberangan sudah berhenti beroperasi, jadi kami antri kembali untuk memperoleh taksi. Untuk biaya taksi ke hotel kami di Lavender, jumlahnya adalah sekitar SGD 25. Kami tiba di hotel jam 24.00 dan makan makan di Kopitiam setempat, lalu tidur manis di kamar masing-masing.

Dari pengalaman perjalanan ini, saran saya adalah jika ke Singapura melalui Johor Bahru bersama keluarga yang ada orang tua dan anak bayi, lalu mendarat di sore hari, akan lebih baik jika menginap di Johor Bahru terlebih dahulu selama setidaknya semalam. Atau, bisa saja sekalian menyewa taksi atau van untuk mengantar sampai ke alamat di Singapura utuk menghindari antrian panjang bus penyeberangan ke Singapura.

Tulisan ini merupakan salah satu dari cerita rangkaian perjalanan keluarga kami melintasi Malaysia, Singapura dan Thailand tahun 2016.

Jumat, 17 Juni 2016

In-flight Meal Garuda Indonesia

Salah satu fasilitas maskapai Garuda Indonesia adalah adanya makanan di pesawat yang bisa kita santap. Nah, di website Garuda Indonesia, kita bisa mengatur penerbangan kita dan memesan kursi maupun makanan tanpa biaya tambahan.

Dalam perjalanan Jayapura (DJJ) - Jakarta (CGK) dengan menggunakan GA-651 hari ini (17/6/2016) saya menerima sajian yang saya pesan sebelum terbang dalam 3 segmen rute.

Segmen pertama Jayapura (DJJ) ke Biak (BIK), saya disajikan fruit platter yang beriai buah semangka dan melon. Melanjutkan perjalanan berikutnya dari Biak (BIK) ke Makassar (UPG) saya disajikan makanan vegetarian dengan menu nasi putih, tahu goreng, dan sayur buncis dipadu dengan wortel. Perjalanan dari Makassar (UPG) ke Jakarta (CGK) disajikan fruit platter kombinasi melon dan pepaya.

Jadi, makanan di Garuda Indonesia tidak selalu harus standar sama dengan penumpang lain, tetapi bisa dipesan sesuai dengan pilihan yang tersedia dengan biaya nol rupiah.

Kamis, 16 Juni 2016

Pasar Hasil Pertanian di Kota Jayapura

Kota Jayapura memiliki Koya, sebuah daerah di dekat perbatasan RI-PNG yang merupakan area minapolitan dan agropolitan yang menjadi tempat budidaya perikanan air tawar dan pertanian. Khusus untuk perikanan, banyak para peternak ikan yang menyulap lahannya menjadi tempat pemancingan, yang tentu saja memberikan hiburan bagi pengunjung sekaligus menjadikan nilai tambah bagi pengelolanya.

Dalam hal hasil bumi, banyak tanaman yang dibudidayakan, seperti: padi, jagung, kacang-kacangan sayur-sayuran, dan buah-buahan. Harganya pun sering tidak mengikuti harga pasaran di Jawa. Kadang lebih mahal, namun tak jarang juga jauh lebih murah. Saya ingat waktu tahun 2008 di Jawa berita hangat mengenai harga cabai 40 ribu rupiah sekilo, di sini dibanderol di belasan ribu. Mungkin karena sedang oversupply.

Nah, jika kita berminat membeli hasil bumi tersebut dari para petani, bisa mengunjungi daerah ini. Mereka menggelar lapak di jalan dari dan menuju Skouw. Ada juga yang sudah siap santap, misal jagung manis rebus dihargai 2 ribu rupiah satu buahnya. Ada juga kacang rebus, tape ketan, tape singkong, keripik tempe, dan jajanan yang lain. Bagi yang di area kota, bazaar sejenis juga diadakan di tanjakan Skyline di bawah tikungan yang disebut Mata Kucing.

Selasa, 14 Juni 2016

Kebiasaan Sarapan di Jayapura

Jika bicara sarapan, orang-orang di Jayapura dan Papua pada umumnya jarang makan sarapan pagi dengan nasi di piring. Pada pagi hari biasa disediakan teh manis atau kopi dan kue seperti bakwan, pisang goreng, dan lainnya.

Di Jogja, banyak pedagang nasi yang sudah menggelar lapaknya sejak subuh. Biasanya mereka melayani kebiasaan sarapan nasi untuk orang-orang yang mulai beraktivitas sejak pagi, seperti pedagang pasar, orang yang berangkat kantor pagi dan anak-anak yang masih sekolah.

Warung makan di Jayapura kebanyakan baru buka sesudah jam 8 atau 9 WIT. Bahkan ada yang baru siap menjelang jam makan siang. Tetapi bagi yang biasa sarapan pagi nasi seperti saya, masih ada beberapa warung makan yang bisa dikunjungi.

Misalnya, jika kita ingin sarapan bubur atau mie ayam, ada Bubur dan Mie Mandala yang saat tulisan ini disusun memiliki 3 cabang di area Jayapura, Abepura, dan Waena. Selain itu, ada pedagang pecel dan nasi kuning yang membuka lapaknya menggunakan mobil angkot yang dimodifikasi.

Sayangnya, saya belum menemukan warung atau restoran yang buka 24 jam di Jayapura (karena jarang keluar tengah malam), sehingga sebaiknya yang ingin makan jam 2 pagi harap sabar-sabar menunggu atau sudah menyimpan cadangan makanan di rumah sebelumnya. Namun jika terpaksa, alternatifnya adalah lari ke hotel berbintang di Jayapura yang biasa memiliki chef standby 24 jam. Untuk yang terakhir ini saya belum pernah, namun patut dicoba dalam keadaan mendesak.

Minggu, 12 Juni 2016

Layanan Unaccompanied Minor Trigana Air Service

Unaccompanied minor adalah istilah bagi anak-anak yang terpisah dari orang tua maupun kerabat yang secara sah bertanggungjawab untuk menjaga dan merawat anak tersebut.

Dalam layanan penerbangan, unaccompanied minor adalah layanan pendampingan bagi penumpang anak, dengan kondisi anak itu terbang ke tujuan tertentu tanpa didampingi kerabatnya yang merupakan orang dewasa.

Kebetulan dalam penerbangan Trigana Air dari Wamena tadi pagi, saya bersama 3 anak yang naik pesawat dengan label UM di dadanya. Rupanya orang tua mereka menitipkan anak-anak tersebut ke maskapai Trigana Air untuk bisa terbang ke tujuan di Jayapura.

Prosedur yang dilakukan kurang lebihnya adalah reservasi tiket dengan layanan UM, kemudian pada hari yang merupakan jadwal penerbangan, kerabat melakukan serah terima penumpang ke maskapai, lalu ada pendamping dari maskapai yang mengurus mulai dari proses check in sampai dengan terbang.

Di dalam pesawat, anak tersebut diawasi dan dijaga oleh awak pesawat. Ketika pesawat mendarat, sudah ada petugas yang menyambut yang kemudian membawa mereka ke area kedatangan dan petugas melakukan serah terima UM ini kepada kerabat sesuai dengan data yang telah diberikan sebelumnya.

Koteka Lounge Bandara Wamena Jayawijaya

Biasanya, salah satu fasilitas yang ada di bandara-bandara adalah executive lounge. Nah, senyampang saya masih menunggu keberangkatan penerbangan ke Jayapura, saya mau sedikit bahas mengenai fasilitas ini di Bandara Wamena (WMX).

Mulai dari masuk, di ruang checkin bandara terdapat beberapa gerai makanan, untuk sekedar makan dan minum dengan harga yang kurang lebih sama jika beli di luar. Masuk ke ruang tunggu, terdapat sebuah lounge bernama Koteka Lounge. Di sini penumpang bisa makan dan minum sepuasnya sambil menunggu penerbangannya.

Koteka Lounge saat ini baru bisa menerima pembayaran dengan cash sejumlah Rp.100.000,-

Hanya sedikit masyarakat yang tahu dan menggunakan fasilitas komersial ini, sehingga kondisinya agak sepi. Akan bagus jika lounge ini bekerjasama dengan bank yang memberikan layanan lounge bandara untuk nasabah tertentu, dan juga penerbit kartu kredit agar kunjungan ke lounge ini bisa ramai. Bank yang memiliki cabang di Wamena yang potensial untuk kerjasama penggunaan Koteka Lounge Bandara Wamena ini di antaranya adalah: Bank Papua, BNI, Mandiri, dan BRI. Koteka Lounge bisa juga menggandeng provider telekomunikasi seperti Telkomsel dan Indosat agar pelanggan tertentu bisa menikmati fasilitas lounge di Bandara Wamena, misal dengan cara potong poin.

Kebersihan Fasilitas Bandara Wamena

Bandara Wamena, Kabupaten Jayawijaya memiliki terminal baru yang paling megah di area Pegunungan Tengah Papua. Apalagi bandara ini satu-satunya di Pegunungan Tengah yang mampu didarati oleh pesawat narrow body sekelas Boeing 737.

Nah, tantangan berikutnya dari pengelolaan Bandara Wamena adalah kebersihannya. Karena bandara ini dilewati oleh ratusan sampai ribuan orang per hari, mulai dari penumpang, karyawan dan pengunjung, maka dalam hitungan menit saja lantai bisa cepat menjadi kotor.

Beberapa kali saya mengunjungi tempat ini, sepertinya kebersihan cukup diperhatikan oleh pengelola. Sampling saya adalah toilet pria. Toilet bandara ini menurut saya cukup nyaman untik digunakan. Toilet yang disediakan hanya ada di dalam terminal keberangkatan dan kedatangan. Tidak ada toilet umum untuk pengunjung di luar area bandara.

Sabtu, 11 Juni 2016

Biaya Menyeberang di Landas Pacu Bandara

Banyak kecelakaan pesawat terjadi di Papua akibat ada orang maupun hewan yang melintas di landas pacu bandara. Selain mengakibatkan kerugian materiil, hal ini juga mengakibatkan korban jiwa, baik di sisi pelintas maupun awak dan penumpang yang ada di dalam pesawat.

Di Elelim, Kabupaten Yalimo, denda 10 juta Rupiah sudah menunggu bagi orang yang menyeberang landas pacu saat pesawat akan lepas landas maupun mendarat. Saat ini di bandara tersebut sudah mulai dipasang pagar pengaman.

Permasalahannya, banyak masyarakat Elelim di sisi timur landasan yang perlu untuk berkunjung ke sisi barat bandara. Sebagian besar berjalan kaki dan tidak memiliki alat transportasi untuk memutar jalan yang jaraknya cukup jauh. Pemerintah juga belum menyediakan shuttle atau transportasi untuk mengatasi persoalan ini. Tentu saja ini tidak mudah karena selain mahalnya biaya bahan bakar, yang melintas juga hanya 1 atau 2 orang dengan waktu yang tidak tentu.

Bandara Elelim juga belum memiliki radio airband untuk berkomunikasi dengan pesawat yang akan mendarat. Seandainya ada, maka solusi jalan tengah yang mungkin bisa diambil adalah dibuat sistem buka tutup bandara bagi pelintas, sehingga ketika pesawat sudah mulai mendarat atau akan tinggal landas, petugas radio membunyikan sirine atau tanda khusus, sehingga siapapun tidak boleh melintas.

Sistem buka tutup ini juga diterapkan di beberapa bandara level Internasional, salah satunya adalah Gibraltar International Airport atau North Front Airport (IATA: GIB, ICAO: LXGB). Jika sirine berbunyi dan masih ada yang melintas, maka hukuman ataupun denda sudah menunggu sebagai bagian dari memberi efek jera.

Kamis, 09 Juni 2016

Kisah Perjalanan Sekarung Beras di Papua

Tanggal 8 Juni 2016, saya terbang dari Elelim ke Wamena dengan menggunakan Susi Air. Di waktu yang hanpir bersamaan, ada pesawat AMA yang mendarat dan akan membawa penumpang ke Sentani.

Dari sebagian penumpang itu, ada seorang Kepala Desa dari Distrik Benawa yang ikut ke Sentani untuk pulang ke Benawa. Seperti diketahui, Distrik Benawa setahun terakhir sudah tembus jalan darat dari Jayapura. Jadi, daripada harus bayar charter pesawat dari Elelim ke Benawa, Pak Kepala Desa ini turun ke Sentani untuk melanjutkan perjalanan dengan Mitsubishi Strada ke Benawa yang ditempuh selama 12 jam dengan biaya kurang lebih 5 juta rupiah.

Uniknya, beliau membeli beras di Elelim untuk dibawa ke Benawa. Beras ini telah melalui perjalanan panjang dari Klaten ke Jayapura, lalu naik pesawat kargo ke Wamena dan naik kendaraan ke Elelim. Nah, beras ini terbang lagi ke Jayapura!

Pemikiran saya yang muncul, mengapa Pak Kepala Desa tidak membeli barang-barang tersebut di Jayapura yang tentu saja jauh lebih murah?

Usut punya usut, menurut salah satu rekan sepenerbangan saya ke Wamena, Pak Kepala Desa ini baru saja mengurus dana desa bersama dengan ratusan kepala desa di seluruh Kabupaten Yalimo. Agar penggunaan dana ini transparan, beliau membeli kebutuhan pokok dengan dana pribadi di Elelim. Jika beli di Sentani, maka ada kakuatiran bahwa masyarakat mengira Pak Kepala Desa membeli beras dengan dana desa. Belum lagi masyarakat yang ikut juga minta dibelikan kebutuhan ini dan itu malah jadinya nombok. Jadi, begitu sampai di Jayapura, Pak Kepala Desa langsung naik mobil bersama masyarakatnya yang sudah menunggu di Sentani untuk ke Benawa, dan tidak singgah di Jayapura, dan bisa langsung melaporkan dana desa itu kepada masyarakat.

Senin, 06 Juni 2016

Aktivitas Ekonomi di Wamena Hari Minggu

Beberapa tahun terakhir, di Wamena diberlakukan peraturan, yaitu pada hari Minggu toko-toko hanya boleh buka mulai jam 17.00 WIT. Bagi bujang lokal seperti kami, ini adaah sebuah tantangan karena dari pagi sampai sore kami tidak bisa mencari warung makan karena tutup semua.

Secara positif, dengan pemberlakuan peraturan ini menjadikan suasana Wamena menjadi lengang dan tenang, nyaman, dan tidak banyak hingar bingar masyarakat yang beraktivitas ekonomi. Sebagian besar fokus mengikuti rangkaian ibadah Minggu di gereja.

Untungnya, pengecualian diberlakukan pada tempat-tempat khusus seperti rumah sakit dan bandara. Beberapa hotel yang memiliki restoran masih bisa melayani tamu untuk makan.

Jadi, ketika hari Minggu tiba, saya menuju bandara yang jaraknya sekutar 900 meter, hanya untuk sekedar sarapan dan makan siang. Pada sore hari, banyak toko dan warung makan yang mulai buka, namun banyak juga yang memilih untuk tetap tutup karena memang sudah sore.

Sabtu, 04 Juni 2016

Harga Makanan di Wamena

Jika bepergian ke Wamena, tidak salahnya untuk menyiapkan akomodasi yang cukup, minimal untuk penginapan, transportasi dan makan.

Salah satu warung makan langganan saya yang ada di Wamena adalah warung makan "Sopo Nyono" yang terletak di Jl. Panjaitan. Warung ini menyediakan berbagai macam menu, mulai dari sate, kare, gulai sampai dengan soto dengan racikan khas Madura.

Saya sempat menjepret daftar harga makanan di sini, bisa sebagai referensi harga tengah bagi yang ingin bepergian ke Wamena.

Jumat, 03 Juni 2016

Heboh Belanja Online di Wamena

Saya baru saja mendaratkan kepala saya di bantal jam 20.00 WIT di rumah kontrakan di Wamena ketika telepon masuk dari Pak Yadi, yang bekerja di Kabupaten Lanny Jaya. Beliau yang baru saja bersama dengan saya mengikuti Rakornis Kominfo se Papua, mengajak saya untuk meluncur ke warung saraba di depan Hotel Baliem Pilamo Wamena.

Sampai di TKP, banyak teman-teman di sana yang mengobrol cerita, mulai dari kisah masih kecil di Wamena, dan terakhir dengan saya yang menanyakan apakah Kantor Pos Wamena buka di hari Sabtu.

Harapan awal saya adalah jawaban ya atau tidak. Tetapi ternyata pertanyaan saya ini menimbulkan keluarnya informasi baru. Kantor Pos Wamena dan JNE Wamena sedang kewalahan mendistribusikan barang-barang kiriman dari MatahariMall.  Rupanya biaya kirim gratis ke seluruh Indonesia ini mengakibatkan banyak yang pesan barang dikirim ke Wamena. Barang dengan harga Jakarta, diterima tanpa harus menambah biaya angkut ke Wamena yang terkenal mahal. Dengan banyak orang yang memiliki smart phone, ditambah jaringan 3G di Wamena, maka banyaklah orang yang melakukan akses ke toko-toko online untuk sekedar cek harga barang, dan kemudian sebagian melanjutkan dengan bertransaksi.

Belanja online dari sini adalah bukan hal yang baru, karena teman-teman saya sudah melakukannya sejak lama dengan laptop atau komputer yang terhubung di warnet dan internet kantor. Namun sejak jaringan Telkomsel semakin bagus, banyak pemegang smartphone yang mulai merasakan manfaat dan akses.

Pertanyaannya, sampai kapan fasilitas pengiriman gratis ini akan bertahan? Apakah ada yang mau buka lapak semen di MatahariMall agar bisa sampai sini dengan harga Jakarta?

Rabu, 01 Juni 2016

Memilih Penerbangan Menuju Wamena

Tanggal 31 Mei malam hari, saya berangkat dari Yogyakarta menuju ke Wamena untuk menjadi salah satu narasumber dalam kegiatan Rapat Koordinasi Teknis Kominfo se Provinsi Papua tahun 2016 yang dilaksanakan oleh Diskominfo Provinsi Papua, dengan acara dimulai tanggal 1 Juni jam 09.00 WIT.

Pilihan maskapai jatuh pada Lion Air JT-555 JOG-CGK berangkat jam 18.50 WIB lanjut JT-794 CGK-DJJ, tiba di Jayapura jam 06.00 WIT, lalu dilanjutkan dengan Wings Air IW-1631 berangkat pukul 07.45 WIT tiba jam 08.30. Bagi saya, terbang malam ke Jayapura lebih nyaman naik Lion Air, karena bisa tidur nyenyak dam tidak terganggu pramugari yang lalu lalang membagikan makanan. Bagi yang tidak bisa tidur selama penerbangan 5,5 jam nonstop tidak disarankan karena tidak ada hiburannya.

Sebenarnya di jam yang sama ada penerbangan Trigana air dengan Boeing 737-200 dengan waktu yang lebih singkat yaitu 30 menit, namun akhirnya saya memilih menggunakan pesawat baling-balung ATR. Selain lebih pelan, menurut saya mendaratnya lebih enak karena landasan Bandara Wamena yang menurut pengalaman pribadi saya, agak aduhai ngeremnya jika mendarat dengan Boeing.

Tiba di Wamena jam 8.30 langsung ke Hotel Baliem Pilamo yang berjarak beberapa ratus meter dari Bandara naik becak bayar 15 ribu, check-in, mandi air dingin sebentar dan duduk manis di tempat kegiatan tepat pada waktunya.

Rabu, 18 Mei 2016

Tragedi di Dalam Otak


Kesadaran bahwa kita sadar adalah sesuatu yang selalu menjadi tantangan bagi banyak orang yang sadar bahwa mereka ingin sadar. Dalam keadaan tidak melakukan apa-apa pun, otak kita biasa tetap melakukan percakapan yang mengembara entah ke mana. Akhirnya, ini menjadi sebuah tantangan dalam membentuk diri yang fokus.
You can cut the corpus callosum and essentially have 2 minds that are both “you” living side by side in the same head (sumber)
Berdasarkan dari apa yang saya alami, di dalam otak ternyata banyak diskusi yang terjadi, baik itu disadari maupun tidak disadari. Ketika sebuah keputusan harus diambil, biasanya akan ada perdebatan sengit mengenai alasan rasional maupun alasan tidak rasional untuk melakukan sesuatu.

Perdebatan ini bisa menjadi berkat, namun jika tidak dikendalikan dengan baik, maka akan menjadi bencana jika terjadi tragedi di dalam otak, yaitu perdebatan di dalam pikiran sendiri yang tidak ada ujungnya, dan buntutnya malah tidak melakukan aksi apapun.

Selesaikan perdebatan dengan melakukan action, agar tidak terjadi tragedi demi tragedi di dalam hidup akibat adanya tragedi di dalam otak.

Selasa, 16 Februari 2016

Opini Pembangunan Infrastruktur Kereta Api di Papua

Pembangunan infrastruktur kereta api di luar Jawa yang saat ini merupakan salah satu terobosan dari Presiden Joko Widodo, tak ayal menuai pro dan kontra. Pengembangan jalur kereta api di Sulawesi Selatan sudah mulai berjalan, dan nantinya akan disusul dengan rencana pembangunan sarana kereta api di Pulau Papua.

Jalur Kereta Api di Papua (Ilustrasi)

Beberapa pihak yang mendukung rencana pembangunan ini mengatakan bahwa kapan lagi kalau tidak segera dimulai dari sekarang. Beberapa pihak lain yang agak skeptis dengan pembangunan ini, mulai mencari permasalahan yang terjadi, seperti: masalah populasi yang kurang, masalah pembebasan tanah, masalah kerugian operasi, dan masalah-masalah lainnya.

Lalu, bagaimana dengan pendapat saya? Bisa babak belur kalau saya bicara teknis, karena saya juga bukan orang yang paham mengenai ilmu transportasi. Namun, sebagai masyarakat pengguna transportasi, seharusnya saya juga boleh berkomentar mengenai hal ini kan? Selain itu, dalam 10 tahun terakhir ini, separuh masa hidup saya lalui di Tanah Papua.

Saya ingat ketika mantan CEO Garuda Indonesia, Tbk. Bapak Emirsyah Satar, dalam majalah Garuda waktu meresmikan penerbangan langsung antara Makassar (UPG) dan Singapura (SIN). Hal yang terngiang di pikiran saya adalah pernyataan beliau mengenai ship follow the trade dan trade follow the ship.

Pada ship follow the trade, pembuatan jalur transportasi mengikuti perkembangan perdagangan dan mobilitas antar 2 titik. Dalam hal ini, seumpama teori ini diterapkan di Tanah Papua, maka menunggu Papua ramai dulu, baru dibuat jalur transportasi. Pada trade follow the ship, jalur dibuat dulu agar perdagangan antar kedua titik menjadi ramai.

Hal yang membuat beberapa orang pesimis adalah, volume pergerakan orang di Papua masih tergolong kecil. Namun perlu diingat, pembangunan jalur kereta di Jawa pada jaman Belanda dulu sebenarnya juga hampir sama. Saya yakin bahwa waktu itu orang yang naik kereta tidak banyak, dan ada kemungkinan perusahaan kereta api jaman Hindia Belanda juga mengoperasikan dengan rugi.

Lalu, bagaimana cara menutupi kerugiannya? Dengan menjadikan transportasi berbasis rel untuk mengangkut barang atau komoditas. Ciri-cirinya adalah, jalur rel kereta waktu itu (jaman Belanda) kebanyakan menuju ke perkebunan dan pabrik yang terhubung sampai ke pelabuhan.

Banyak produk dari Papua yang sebenarnya potensial untuk dijual, namun karena keterbatasan akses transportasi, maka mengalami kesulitan untuk dibawa ke pelabuhan terdekat, baik karena medan yang sulit, ditambah lagi biaya pengiriman antar daerah di dalam wilayah Papua yang mahal. Pada saat saya menulis ini, harga tiket dari Jayapura (DJJ) ke Jogja (JOG) dengan Lion Air di Bulan Februari 2016 rata-rata adalah Rp. 1.500.000,- (harga normal adalah 2,2-2,7 juta rupiah). Tiket dari Jayapura (DJJ) ke Mulia, Puncak Jaya (LII) adalah 3 jutaan rupiah.

Menurut saya, biaya ship follow the trade jatuhnya akan lebih mahal, karena begitu suatu daerah menjadi ramai, maka pembebasan lahan akan semakin sulit dan mahal. Mendingan jalur kereta api segera dibangun, dan nanti arus orang dan barang akan mengikuti perkembangan. Akan lebih bagus lagi apabila proses pembuatan jalur kereta api adalah dengan padat karya dan gotong royong, yang melibatkan masyarakat pemilik hak ulayat di jalur yang dilewati kereta api tersebut. Selain menambah kesejahteraan masyarakat, akan tercipta rasa kebanggaan dan rasa memiliki. Bayangkan, dalam waktu 25-50 tahun yang akan datang, ketika kereta itu lewat, maka akan ada yang berbicara dengan bangga, "Itu jalur rel kereta dulu tete (kakek) yang ikut bangun.."

Oke, intinya saya adalah orang yang mendukung agar jalur kereta api ini segera direalisasikan. Kalau tidak sekarang, kapan lagi?