Ketika saya pertama kali berselancar di Internet, saya mempelajari di email dan chat (menggunakan IRC) banyak sekali yang menggunakan singkatan dalam berkomunikasi. Alasannya adalah untuk menghemat tenaga dalam mengetik. Dari banyak singkatan yang ada, ada beberapa singkatan yang walaupun sederhana saya anggap humble dan dalam.
Singkatan pertama adalah AFAIK, As Far As I Know. Ada beberapa rekan yang terkadang menanyakan sesuatu kepada saya, entah itu mengenai musik (karena hobi saya adalah musik), mengenai pemrograman, dan lainnya. AFAIK menunjukkan bahwa yang saya beritahukan tidak saya lebih-lebihkan karena hal itu saya paparkan hanya sejauh yang saya tahu. Kalau ada yang lebih tahu mengenai hal itu ya monggo untuk ditambahkan.
Singkatan kedua adalah CMIIW atau CMIIAW, tapi orang kebanyakan menggunakan CMIIW. Correct me if I'm Wrong! Tanpa disadari ketika saya mengungkapkan sesuatu dari pikiran kita dan menuliskannya kepada publik, pasti ada saja kekurangan atau kesalahan interpretasi karena keterbatasan pengetahuan saya, sehingga harus ada penyeimbang agar kesalahan asumsi yang saya lakukan tidak kebablasan. Kalau kebablasan akan menjadi salah kaprah.
Bagaimana jika hal ini diterapkan dalam sebuah kepemimpinan? Bagaimana mengkombinasikan antara ketegasan dan kemauan untuk menerima aspirasi? Jika semua masukan ditampung, akan terjadi kebingungan jika masukan itu saling bertentangan, namun jika tidak ditanggapi atau didengarkan berarti akan menjadikan kita menjadi orang yang tidak mau menerima masukan dari orang lain. Kuncinya adalah kemampuan dalam mengkomunikasikan visi yang hendak diraih, strategi, masukan dari orang lain, dan tegas dalam melaksanakannya apabila keputusan sudah diambil.
Referensi Singkatan di Internet:
http://priatama07.blogspot.com/2010/07/daftar-istilah-singkatan-internet.html
Selasa, 31 Agustus 2010
Minggu, 29 Agustus 2010
Nasionalisme dan Kesetiakawanan Sosial Nasional
Ketika negeri kita ada masalah dengan negara tetangga, banyak yang merasa terusik. Namun di dalam tubuh negeri ini sendiri orang saling menjatuhkan karena mengurus kepentingan sendiri.
Saya kuliah di Fakultas Tenik. Namun saya masih ingat ketika kami mengikuti kuliah kewarganegaraan. Di situ Ibu Dosen memberikan pertanyaan mengenai bagaimana cara membangkitkan nasionalisme.
Saya waktu itu menjawab bahwa nasionalisme bisa dibangkitkan jika kita merasa saling memiliki dan senasib sepenanggungan tanpa ada persaingan yang saling menjatuhkan. Pada akhirnya hal itu berkembang menjadi diskusi yang hangat di kelas, karena saya harus memaparkannya dengan rinci maksud dari pernyataan saya.
Ya, di dunia ini manusia terlahir dengan persaingan. Dalam tingkat apapun manusia selalu ingin menjadi lebih baik dari sesamanya yang lain. Di tingkat rumah, kakak dan adik bersaing untuk mendapat prestasi yang baik di mata orang tua. Di situ muncul persaingan individu. Ketika ada lomba antar keluarga di RT, rasa menjadi satu keluarga muncul dan mengesampingkan rasa bersing antar individu, sehingga terjadi persaingan antar keluarga. Demikian juga, semakin besar tingkatannya, rasa saling memiliki dalam kelompok yang semakin besar akan tercipta.
Persaingan antar provinsi akan menumbuhkan kesatuan orang-orang yang merasa memiliki provinsi tersebut. Persaingan antar partai akan memberikan rasa bahwa orang menjadi bagian dari partai itu untuk bersatu bersaing dengan partai lain, walaupun sebelumnya antar individu dalam partai itu bersaing berebut kekuasaan di dalam partai.
Bagaimana menumbuhkan nasionalisme? Ya, kita semua harus memiliki satu rasa memiliki bangsa dan negara ini dan memiliki visi yang jelas dan sama mengenai bagaimana negara ini di masa depan.
Faktanya, menghancurkan negeri ini sangat mudah. Cukup dengan cara diadu domba saja. Kakak diadu domba dengan adik, suku satu diadu domba dengan suku lain. Agama tertentu diadu domba dengan agama lain. Ketika masing-masing sibuk saling menjatuhkan, maka musuh akan masuk dan membinasakan.
Persaingan akan menghasilkan hal yang luar biasa jika tidak dengan cara saling menjatuhkan, namun masing masing bersaing dengan menunjukkan prestasinya.
Saya kuliah di Fakultas Tenik. Namun saya masih ingat ketika kami mengikuti kuliah kewarganegaraan. Di situ Ibu Dosen memberikan pertanyaan mengenai bagaimana cara membangkitkan nasionalisme.
Saya waktu itu menjawab bahwa nasionalisme bisa dibangkitkan jika kita merasa saling memiliki dan senasib sepenanggungan tanpa ada persaingan yang saling menjatuhkan. Pada akhirnya hal itu berkembang menjadi diskusi yang hangat di kelas, karena saya harus memaparkannya dengan rinci maksud dari pernyataan saya.
Ya, di dunia ini manusia terlahir dengan persaingan. Dalam tingkat apapun manusia selalu ingin menjadi lebih baik dari sesamanya yang lain. Di tingkat rumah, kakak dan adik bersaing untuk mendapat prestasi yang baik di mata orang tua. Di situ muncul persaingan individu. Ketika ada lomba antar keluarga di RT, rasa menjadi satu keluarga muncul dan mengesampingkan rasa bersing antar individu, sehingga terjadi persaingan antar keluarga. Demikian juga, semakin besar tingkatannya, rasa saling memiliki dalam kelompok yang semakin besar akan tercipta.
Persaingan antar provinsi akan menumbuhkan kesatuan orang-orang yang merasa memiliki provinsi tersebut. Persaingan antar partai akan memberikan rasa bahwa orang menjadi bagian dari partai itu untuk bersatu bersaing dengan partai lain, walaupun sebelumnya antar individu dalam partai itu bersaing berebut kekuasaan di dalam partai.
Bagaimana menumbuhkan nasionalisme? Ya, kita semua harus memiliki satu rasa memiliki bangsa dan negara ini dan memiliki visi yang jelas dan sama mengenai bagaimana negara ini di masa depan.
Faktanya, menghancurkan negeri ini sangat mudah. Cukup dengan cara diadu domba saja. Kakak diadu domba dengan adik, suku satu diadu domba dengan suku lain. Agama tertentu diadu domba dengan agama lain. Ketika masing-masing sibuk saling menjatuhkan, maka musuh akan masuk dan membinasakan.
Persaingan akan menghasilkan hal yang luar biasa jika tidak dengan cara saling menjatuhkan, namun masing masing bersaing dengan menunjukkan prestasinya.
Kamis, 26 Agustus 2010
Mengikuti Kultwit
Perkembangan sosial media saat ini melahirkan 'guru-guru' baru dimana kita bisa belajar mengenai topik-topik tertentu melalui sarana tersebut. Keberadaan Twitter dengan teks yang dibatasi 140 karakter cukup unik, karena kita 'dipaksa' untuk mengungkapkan isi pikiran kita dalam jumlah teks yang terbatas.
Penyederhanaan ini membuat selain posting ke Twitter cukup mudah, dampaknya adalah kemudahan membaca, karena sambil mobile, kita bisa melakukan update maupun membaca status orang lain melalui perangkat telepon genggam. Hal ini melahirkan istilah baru yang disebut sebagai kultwit. Disebut sebagai 'Kuliah Twitter' karena mungkin lebih pas didengar daripada kursus Twitter (kurtwit) atau kelas twitter (keltwit). Mungkin juga asalnya karena menyerap dari istilah kultum (kuliah tujuh menit) yang sering ditayangkan di televisi, terutama pada masa-masa bulan Ramadhan.
Beberapa yang saya ikuti adalah kultwit dari @hotradero untuk topik umum dan @putuputrayasa untuk Kultwit NLP. Selebihnya mungkin bisa dilihat dari daftar orang-orang yang saya follow.
Penyederhanaan ini membuat selain posting ke Twitter cukup mudah, dampaknya adalah kemudahan membaca, karena sambil mobile, kita bisa melakukan update maupun membaca status orang lain melalui perangkat telepon genggam. Hal ini melahirkan istilah baru yang disebut sebagai kultwit. Disebut sebagai 'Kuliah Twitter' karena mungkin lebih pas didengar daripada kursus Twitter (kurtwit) atau kelas twitter (keltwit). Mungkin juga asalnya karena menyerap dari istilah kultum (kuliah tujuh menit) yang sering ditayangkan di televisi, terutama pada masa-masa bulan Ramadhan.
Beberapa yang saya ikuti adalah kultwit dari @hotradero untuk topik umum dan @putuputrayasa untuk Kultwit NLP. Selebihnya mungkin bisa dilihat dari daftar orang-orang yang saya follow.