Kamis, 14 Maret 2019

Jangan Ucapkan Turut Berduka Cita

Perkembangan informasi saat ini sangat cepat, sehingga kabar terbaru di belahan bumi yang lain dapat sampai hanya dalam sekejap saja. Hampir semua peristiwa yang terjangkau oleh jaringan internet dapat dengan mudah dibagi oleh siapapun, karena sebagian besar orang memegang alatnya, yaitu smartphone. Dengan beberapa ketukan jari, informasi pesan, foto, video, atau dokumen dengan cepat berpindah dari satu perangkat ke perangkat yang lain.

Hal itu tidak terkecuali dengan kabar dari rekan atau keluarga, salah satunya adalah kabar kematian. Misalnya, di grup percakapan di palform mobile chat, seperti WhatsApp, Telegram, atau lainnya. Ketika ada kabar kematian, banyak anggota grup langsung mengirimkan ucapan dengan secepat kilat.

Untuk para netizen, sebaiknya sebelum mengucapkan "turut berduka cita", jangan langsung merespon, namun perhatikan beberapa hal berikut.

1. Pastikan dulu kebenaran berita
Sebelum memberikan ucapan, cek dahulu kebenaran berita yang ada, jangan sampai pesan berita mengenai kejadian itu hanya kabar burung yang tidak terbukti kebenarannya.

2. Untuk siapa ungkapan itu disampaikan
Ada kabar kematian, lalu semua berbondong-bondong memberikan respon, padahal belum tentu yang meninggal maupun kerabat terkait dengan almarhum ada di grup tersebut.

Hal itu juga berlaku untuk ucapan selamat ulang tahun, banyak teman di grup yang saya ikuti, ketika ada berita ulang tahun langsung mengucapkan selamat, tanpa memperhatikan bahwa di grup itu tidak ada orangnya yang sedang berulang tahun.

Dan pesan ucapan itu akhirnya tidak sampai kepada orang yang berhak.

3. Ganti ucapan turut berduka cita dengan kata lain, misal turut berbelasungkawa atau berbela rasa
Tidak semua kejadian kematian itu menimbulkan duka cita. Misalnya di adat Toraja, kematian dirayakan sebagai pesta, bahkan ada yang secara besar-besaran. Tentu saja saya yakin pasti ada rasa duka karena kehilangan kerabat terkasih, tetapi di sisi lain, ada hal yang dirayakan dengan pesta, yaitu kematian.

Kata turut berbela rasa adalah ungkapan yang menurut saya pas, karena jika sedih, kita ikut sedih, jika senang, kita juga ikut senang.

Selanjutnya, kalau kita sudah memiliki template untuk ucapan yang disimpan di file di perangkat kita, mungkin itu tinggal copy dan paste, lalu semuanya beres. Tetapi, banyak yang mengungkapkan rasa prihatin tentang kematian kerabat dengan langsung mengetik secara langsung.

Dan akhirnya, akan ada peluang muncul kejadian seperti ini:

"Turut bersukacita atas meninggalnya saudara Polan, semoga keluarga diberi ketabahan."

Jadi inilah sebabnya...


Hurus S dan D itu dekat sekali, jadi sangat fatal sekali, karena artinya sangat jauh antara suka dan duka, apabila terjadi salah ketik!

Jumat, 01 Maret 2019

Cerita Hidup dan Jejak Digital


Setiap orang pasti memiliki cerita hidup masing-masing, dengan suasana yang pasang surut. Ada kalanya, seseorang waktu masih belia adalah seseorang yang bandel, namun sesudah menginjak usia dewasa menjadi orang yang penurut. Dan juga sebaliknya, waktu masih kecil mungkin adalah anak yang berprestasi, waktu sudah besar malah hidupnya menjadi tidak karuan.

Lalu apa bedanya generasi sebelum saya dan generasi sekarang? DI generasi saya, sejarah kenakalan maupun kebaikan itu mungkin ada dalam ingatan saja, dan akan diceritakan kembali ketika para pelaku mulai bertemu, misalnya dalam suatu acara reuni. Generasi sekarang? Sangan mungkin bahwa hal itu akan muncul menjadi jejak digital, yang tentu saja akan sulit untuk dihilangkan, karena distribusinya yang cepat dan masif. Orang munbkin bisa lupa, tetapi jejak digital tidak akan hilang begitu saja. Hilang dai Internet, tetapi masih ada di CD, hardisk, flash disk, smartphone banyak orang yang bisa saja tidak sengaja menyimpan data itu.

Lalu bagaimana menyikapi jejak digital itu? Pertama, harus berhati-hati dalam bersikap, karena banyak orang memiliki perangkat smartphone yang bisa digunakan untuk merekam kejadian-kejadian di sekitar mereka. Kalaupun kita yang menjadi perekam, harus hati-hati dalam memposting sesuatu di Internet. Ada hal yang perlu diposting, namun ada hal yang tidak perlu dibagikan untuk kebaikan bersama.

Contoh sederhana, misalnya ktia melihat seseorang duduk di angkutan umum, pada posisi yang tidak semestinya, misalnya orang yang secar fisik kuat, namun duduk di tempat untuk orang prioritas (lansia, hamil, menyusui, dll). Cukup "tap" di pundak, ditegur, tidak perlu "snap" dan membagikan di media sosial. Belum tentu kita tahu alasan orang itu duduk di situ, bisa karena orangnya tidak tahu, atau ada persoalan lain.

Bagi yang sudah terlanjur memiliki jejak digital yang acak adut? Nikmati saja, kalau perlu dikumpulkan dan ditandai sebagai momen dari waktu ke waktu dan dijadikan oengalaman hidup untuk dapat ditinjau ulang di masa sekarang untuk menuju masa depan yang lebih baik. Kalau di jaman dahulu kala, jejak diri kita di koran bisa digunting lalu ditempel dan dijadikan kliping.

Karena, di jaman sekarang, Internet bisa jadi lebih mengetahui diri kita daripada diri kita sendiri.