Sore hari ini tadi, berbagai lembaga survey sudah mulai mengeluarkan hasil quick count atau hitung cepat pemilihan presiden Republik Indonesia periode 2014 – 2019. Hal yang menurut saya agak aneh pada pemilihan presiden kali ini adalah hasil berbagai lembaga survey berbeda-beda, tidak seperti pemilu sebelumnya. Namun dari data tersebut terlihat bahwa selisih antara 2 kandidat ada di seputaran 5 persen.
Berikut ini adalah hasil quick count yang saya kutip dari berita di kompas.com.
No | Lembaga | Prabowo - Hatta | Jokowi - JK | Sumber |
1 | Populi Center | 49,05 | 50,95 | Suara.com |
2 | CSIS | 48,1 | 51,9 | Liputan6.com |
3 | Litbang Kompas | 47,66 | 52,33 | Kompas.com |
4 | Indikator Politik Indonesia | 47,05 | 52,95 | Metrotvnews.com |
5 | Lingkaran Survei Indonesia | 46,43 | 53,37 | Konferensi pers |
6 | Radio Republik Indonesia | 47,32 | 52,68 | Detik.com |
7 | Saiful Mujani Research Center | 47,09 | 52,91 | Detik.com |
8 | Puskaptis | 52,05 | 47,95 | Viva.co.id |
9 | Indonesia Research Center | 51,11 | 48,89 | okezone.com |
10 | Lembaga Survei Nasional | 50,56 | 49,94 | Viva.co.id |
11 | Jaringan Suara Indonesia | 50,13 | 49,87 | Viva.co.id |
Di rilis berita yang lain, Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Budiman memprediksi situasi pemilihan umum presiden (pilpres) akan lebih aman jika selisih hitung cepat suara di atas lima persen. Demikian pula sebaliknya. Ini artinya, menurut TNI, proses rekap suara dari TPS, Kelurahan (KPPS), Kecamatan (PPD), KPUD Kabupaten dan KPUD Provinsi akan mendekati rawan.
Lembaga survey ini perlu mempertanggungjawabkan hasil surveynya dengan menjelaskan cara mereka memperoleh data, sumber data, dan cara mengolah datanya sehingga menghasilkan data seperti itu. Salah satu yang harus dipertanggungjawabkan adalah siapa yang mebiayai survey ini, karena tanpa kenetralan, maka akan ada konflik kepentingan yang menghasilkan keluaran yang berbeda dari hasil perhitungan statistik sebenarnya.
Sebagai orang yang masih terlalu awam dengan ilmu statistik, saya mencoba membuat perhitungan sendiri tentang pilpres ini. Saya mengambil data DPT Pilpres dari website data KPU yang 188.246.645, dan saya juga mengambil nilai tengah suara sah pilpres berdasarkan rata-rata hasil quick count, yaitu di sekitar 70 persen, sehingga jumlah partisipasinya ada di 131.772.652. Jika selisih dari perhitungan kedua calon adalah 5 persen, maka selisih suara ada di 6.588.633. Ada sejumlah 478.833 TPS tersebar di seluruh Indonesia. Seandainya saja setiap TPS ini dicurangi dengan digeser suaranya sebanyak 15 suara oleh satu pihak, maka jumlah suara yang akan bergeser sejumlah 7.182.495. Tentu saja tidak semua TPS bisa dicurangi, namun TPS yang rawan dicurangi adalah TPS yang dihadiri oleh saksi dari satu pihak capres saja.
Tadi siang saya dan (mungkin) Anda sudah melakukan hak untuk memilih, namun demikian saya akan mengambil kutipan dari salah satu politisi yang terkenal di dunia yang (katanya) diambil dari buku Boris Bazhanov berjudul Memoirs of Stalin's Former Secretary yang disingkat dalam kalimat berikut ini.
It's not the people who vote that count. It's the people who count the votes. (Joseph Stalin)
Sore tadi semua hasil coblosan kita di TPS dihitung oleh KPPS. KPPS atau Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara, adalah kelompok yang dibentuk oleh PPS untuk melaksanakan pemungutan suara di tempat pemungutan suara (TPS). Rekap di TPS ini disaksikan oleh saksi yang diberi mandat oleh tim pemenangan masing-masing kandidat. Seandainya (lagi), tim pemenangan kandidat mampu menyediakan sejumlah 478.833 saksi sesuai dengan jumlah TPS, dan masing-masing saksi diberikan honor sejumlah Rp.100.000,- maka akan perlu anggaran sebesar Rp. 47.883.300.000,-. Honor itu akan lebih tinggi berkali-kali lipat di daerah tertentu, misalnya di daerah tertentu di Papua, konon honor saksi di TPS bisa mencapai Rp.500.000 – 1.000.000 per TPS. Namun pastinya ada juga saksi di TPS yang memang menjadi betul-betul relawan tanpa diberi honor. Hasil dari penghitungan suara di TPS ini akan ditandatangani oleh KPPS dan saksi.
Malam ini atau besok kemungkinan data dari KPPS ini akan dibawa ke kelurahan untuk direkap oleh PPS. PPS atau Penyelenggara Pemungutan Suara adalah Panitia penyelenggara Pemilihan Umum di tingkat desa/ kelurahan. Di tingkat kelurahan ini juga akan ada saksi yang ditunjuk dan diberi mandat untuk mengawal data. Besoknya lagi, data tersebut akan dibawa untuk direkap di tingkat kecamatan oleh PPD. PPK atau Panitia Pemilihan Kecamatan, yaitu Panitia penyelenggara Pemilihan Umum di tingkat Kecamatan. Tim pemenangan kandidat pilpres harus memberi mandat juga kepada saksi untuk mengawal rekap di tingkat Kecamatan. Setelah itu, kan dilakukan pleno di tingkat KPUD (Komisi Pemilihan Umum Daerah) Kabuaten/Kota, yang juga akan dihadiri saksi yang sudah ditunjuk oleh masing-masing kandidat. Data dari KPUD Kabupaten/Kota akan dibawa ke tingkat KPUD Provinsi, lalu ke KPU Pusat.
Dengan jumlah TPS yang ratusan ribu ini, akan sangat sulit menjaga agar jumlah rekapitulasi suara tidak berubah sebelum dibawa ke kelurahan. Itulah yang mungkin disadari oleh KSAD bahwa jika selisihnya sedikit akan rawan, karena dengan digeser sedikit saja, maka rekapitulasi di tingkat atas bisa berubah total. Sepanjang pengalaman saya mengikuti rekapitulasi pemilu, setiap permasalahan yang terjadi di setiap tingkatan, mulai dari KPPS, PPD, PPK, KPUD Kabupaten, KPUD Provinsi, dan KPU Pusat harus diselesaikan di tingkatan itu juga. Permasalahan di KPPS yang sudah terlanjut direkap di PPS atau PPK akan sulit untuk diurus di KPUD Kabupaten, apalagi sampai tingkat Provinsi atau pusat tanpa terdapat bukti yang orisinil, yaitu dokumen resmi yang ditandatangani oleh penyelenggaran dan saksi. Daerah yang paling rawan kecurangan adalah daerah dengan akses yang sulit dijangkau, sehingga rekapitulasi mengalami keterlambatan.
Untuk itu, bagi kedua pihak, silakan kawal suara dengan baik, jangan sampai ‘aspirasi rakyat’ berubah menjadi ‘aspirasi penyelenggaran pemilihan umum’. Tadi pagi saya mencoblos menggunakan baju kotak-kotak, namun dengan jari mengacung satu. Artinya, saya memilih, namun tidak memiliki fanatisme ke salah satu calon. Saya concern untuk Indonesia yang damai, jujur, dan bermartabat di mata dunia dengan berhasilnya proses pemilu presiden 2014 ini.