Sabtu, 31 Maret 2012

SMS Premium, SMS Iklan, atau Telepon Premium?

Salah satu yang tidak menyenangkan adalah jika setiap hari menerima telepon dana SMS iklan secara bertubi-tubi yang mengakibatkan menggunakan telepon genggam menjadi kurang nyaman. Meskipun konon spam melalui SMS ini disaring oleh beberapa provider, namun nyatanya SMS tetap saja masuk. Yang lebih mengherankan adalah ketika ada rekan saya yang mengisi pulsa isi ulang di counter dan baru selesai isi, langsung diikuti oleh iklan yang bertubi-tubi masuk ke nomor tersebut.

Dengar-dengar ini ada wacana keluarnya regulasi mengenai SMS iklan, yang di situ mengungkapkan agar SMS iklan dilegalkan dengan cara penerima SMS harus menyetujui terlebih dahulu untuk dapat menerima iklan tersebut. Caranya bagaimana? Bagaimana membedakan SMS iklan yang resmi dengan yang dibroadcast menggunakan nomor biasa? Karena prinsip telekomunikasi sekarang adalah pengirim bisa mengirim SMS atau menelepon ke penerima telepon sepanjang mengetahui nomor penerima telepon tersebut.

Sebenarnya di benak saya ada satu cara (yang mungkin jitu) agar model telepon dan SMS ini menguntungkan bagi penerima. Bagaimana jika sekarang regulasinya dibuat apabila kita menerima telepon, atau menerima SMS iklan tersebut, kita memperoleh bagi hasil? Misalnya memperoleh 100 rupiah per SMS yang masuk ke perangkat kita. Atau memperoleh 500 rupiah per menit panggilan ke handphone kita.

Memang hal itu mungkin tidak akan mengurangi niat seseorang mengiriman SMS ke kita, namun setidaknya kita bisa memperoleh imbal balik dari informasi yang masuk ke handphone kita, sebagai pengganti listrik baterai yang cepat habis dan waktu yang terbuang karena menerima SMS dan telepon sampah tersebut. Dulu sudah ada operator telepon yang memiliki fitur tersebut, yaitu menerima imbalan 100 rupiah per menit jika menerima panggilan dari operator lain.

Salah satu efek negatifnya, hal itu juga akan membuat orang berlomba-lomba untuk menerima telepon dan SMS, karena adanya imbal tersebut.

0 komentar:

Posting Komentar