Kamis, 29 Oktober 2020

Paradoks Sumpah Pemuda: Sebuah Pengandaian di Tahun 2020

Kongres Pemuda II diselenggarakan pada 27-28 Oktober 1928. Terjadi kurang lebih 1 dekade sesudah terjadinya pademi flu Spanyol. Sehingga protokol pertemuan sudah tidak relevan dengan wabah yang terjadi lama. Saya pastinya tidak akan meragukan semangat para pendahulu kita yang waktu itu masih pemuda dalam mengobarkan semangat juang.

Saya kemudian tergelitik membayangkan apabila ada kongres mengatasnamakan pemuda yang dijalankan di tahun 2020 ini oleh orang-orang yang berbeda dengan semangat yang berbeda pula. Pertama, panitia pastinya sudah mempersiapkan kegiatan ini jauh hari sebelumnya, tidak hanya awal tahun, tetapi bisa tahun sebelumnya. Atau karena kebiasaan procrastination, malah bisa jadi baru persiapan sebulan atau seminggu sebelumnya.

Jika kemungkinan Kongres Pemuda II di tahun 1928 dilaksanakan dengan patungan biaya di antara pemuda, lain halnya dengan tahun 2020. Para pemuda kemungkinan akan mencari sumber dana melalui biaya kontribusi acara dari peserta, mencari sponsor swasta, kemudian tidak lupa juga mengajukan proposal ke Pemerintah. Panitia nasional mengajukan ke Kementerian Pemuda, peserta di daerah memperoleh bantuan sosial/hibah dari APBD untuk keperluan tiket, uang saku dan biaya kontribusi.

Rencana susunan acara kurang lebih seperti ini.

26 Oktober 2020
14.00 - 18.00: checkin dan registrasi peserta
19.00 - 21.00: pembukaan dan makan malam

27 Oktober 2020
08.00 - 17.00: kongres hari ke-1

28 Oktober 2020
08.00 - 16.00: kongres hari ke-2
16.00 - 17.00: penutupan

29 Oktober 2020
08.00 - 12.00: checkout dan kembali ke daerah masing-masing

Saya tidak akan membahas sampai detail mengenai jam coffee break maupun waktu ISHOMA.

Rupanya, awal tahun 2020 terjadi pandemi COVID-19 yang menyebabkan kegiatan pertemuan harus dilakukan secara terbatas dengan protokol ketat. Hal ini menimbulkan kegaduhan dan tarik ulur di antara pemuda yang akan menjadi peserta. Ada yang minta untuk ditunda karena alasan protokol kesehatan, ada yang minta tetap untuk dilaksanakan. Akhirnya, yang disepakati adalah kegiatan ini tetap dilaksanakan.

Alasannya sepele, kalau tidak dilaksanakan, nanti tahun 2021 tidak akan diberikan bantuan hibah oleh Pemerintah, karena dianggap tidak mampu menyerap anggaran tahun 2020. Selain itu, uang muka yang dibayarkan ke hotel tidak dapat ditarik kembali alias hangus apabila tidak dipergunakan. Pertemuan kemudian disepakati akan dilakukan secara offline di Jakarta, namun bagi peserta yang tidak bisa hadir, bisa bergabung melalui Zoom dan mengikuti streaming di Youtube.

Akhirnya, hari yang dinanti itu pun tiba. Para peserta datang tanggal 26, masuk ke penginapan, dilakukan seremonial pembukaan oleh Menteri Kepemudaan melalui Zoom. Tanggal 27, disepakati bahwa kongres cukup dilaksanakan 1 hari, tanggal 28 peserta bisa jalan-jalan di Jakarta, belanja oleh-oleh untuk dibawa ke daerah masing-masing. Kesimpulan kongres sudah diumumkan tanggal 27, tetapi karena menyangkut pertanggungjawaban penggunaan dana, maka surat kesepakatan bersama ini dibuat tertanggal 28.

Yang tidak diketahui, beberapa peserta merupakan anggota intelijen yang menyamar, karena ada indikasi dan kecurigaan di dalam kongres ini terdapat upaya makar. Namun, peserta yang tadinya besemangat dan bergelora dengan idealismenya, menjadi adem dan tenang setelah uang transport dibagikan, 

Demikianlah imajinasi saya. Itulah mengapa saya menulis ini bukan di tanggal 28, namun di tanggal 29, yaitu ketika para peserta imajiner itu sudah pulang, sebagian peserta dari luar Jawa rupanya ada yang melanjutkan jalan-jalan ke Bandung dan Jogja karena long weekend.

Apa yang ada di imajinasi Anda?

0 komentar:

Posting Komentar