Minggu, 23 November 2014

Menentukan Upah Minimum

Dalam bulan ini, sebagian besar Pemerintah Daerah sudah mulai menetapkan besaran upah minimum bagi pekerja. Tentu saja hal ini akan menjadi sesuatu yang saling tarik menarik, yaitu antara pemberi kerja dan pekerja di perusahaan. Pekerja ingin memperoleh penghasilan maksimal, sedangkan pengusaha ingin menekan biaya pegawai. Dalam tulisan ini saya membatasi bahwa penentuan upah minimum itu adalah untuk pekerja/buruh yang memiliki kemampuan (skill) rendah, yaitu yang tidak memerlukan kemampuan atau pelatihan khusus untuk melakukan pekerjaan yang ditugaskan.

Di beberapa diskusi yang saya ikuti, rekan-rekan saya mengatakan bahwa persoalan ini akan dapat diselesaikan ketika persepsi bahwa tenaga kerja adalah cost diubah menjadi sebuah persepsi bahwa tenaga kerja adalah kapital. Istilah ini dalam bukunya Cohen (2005) disebut Human Capital. Semua aset dalam perusahaan, kecuali sumber daya manusia, bersifat pasif dan tidak dapat bergerak tanpa campur tangan manusia. Sumber daya pasif ini memerlukan manusia untuk dapat menghasilkan nilai. Kunci untuk menjaga keberlangsungan perusahaan agar dapat mencetak laba adalah produktivitas dari tenaga kerjanya, yaitu modal manusia (Wijanarko, 2013).

Pengeluaran untuk pengembangan sumber daya manusia merupakan salah satu hal yang sulit untuk dikapitalisasi (Damodaran, 2002: 590). Hal itu karena pengeluaran sumber daya manusia dapat tersebar ke dalam berbagai jenis laporan keuangan perusahaan dan untuk memisahkan pengeluaran dari gaji dan tunjangan karyawan adalah sesuatu yang sulit untuk dilakukan. Modal manusia bukan sekedar aset biasa, karena mengandung risiko kematian yang unik dan membawa potensi pada hilangnya pendapatan masa depan dan upah karena peristiwa kematian.

Kembali ke kasus upah minimum, misalnya persepsinya dipidah menjadi human capital, masih akan ada masalah yang mengikuti, yaitu pada proses valuasi dari human capital ini. Dalam dunia penilaian aset, cara untuk memperoleh nilai suatu benda apapun, baik yang berwujud maupun tidak berwujud ada 3, yaitu: pendekatan pasar, pendekatan pendapatan, dan pendekatan biaya.

Pendekatan pasar digunakan dengan membandingkan nilai transaksi yang terjadi di pasar untuk aset yang sejenis. Biasanya pendekatan pasar ini akan terkait dengan penawaran (supply) dan permintaan (demmand) di pasar. Mengenai tenaga kerja, apa yang saya lihat adalah permintaan tenaga kerja berkemampuan rendah jumlahnya adalah terbatas, sedangkan pencari kerja melimpah. Dalam hal ini pengusaha yang memerlukan pekerja berkemampuan rendah berada pada posisi tawar yang lebih tinggi. Boleh dikatakan, dalam benak pengusaha adalah “jika tidak mau dengan gaji segitu ya kita cari orang lain”, karena persediaan di pasar tenaga kerja masih banyak. Untung saja pekerja ini dilindungi dengan upah minimum oleh Pemerintah.

Pendekatan pendapatan biasanya digunakan untuk menilai sebuah perusahaan. Namun, dalam dunia tenaga kerja, pengusaha bisa menilai dengan memperkirakan pendapatan yang sudah atau akan diperoleh jika mengambil seorang karyawan untuk bekerja di perusahaannya.

Pendekatan biaya dalam human capital digunakan untuk menilai karyawan berdasarkan biaya yang diperlukan sampai karyawan yang dimaksud bisa bekerja sesuai dengan skill yang diharapkan. Misalnya biaya transfer/pembelian pemain (dalam perusahaan/klub olah raga), biaya pelatihan, dan biaya lain yang dikeluarkan untuk dapat memperoleh karyawan tersebut untuk siap bekerja. Pendekatan biaya juga termasuk menghitung besaran uang yang diperlukan untuk mempertahankan karyawan tersebut. Nah, mengenai persepsi cost diubah menjadi capital ini akan menjadi infinite loop di sini, karena ternyata salah satu metode untuk menilai human capital adalah dengan pendekatan biaya.

Kesimpulan saya, permasalahan upah minimum ini akan selesai ketika jumlah permintaan melebihi jumlah penawaran tenaga kerja. Perusahaan akan mempertahankan staf dengan memberi gaji yang bagus agar tidak berpindah, sedangkan karyawan akan memiliki ‘harga diri’ untuk berani berkata, “Saya resign dan pindah dari sini karena gaji di sini menurut saya terlalu kecil!” Dan di dunia pekerja dengan keterampilan rendah, hal ini belum akan terjadi, karena penawaran tenaga kerja terus melimpah. Itu saja yang dari dalam negeri, belum buruh dari luar negeri yang ingin bekerja di Indonesia.

Nah, apakah para pekerja yang sekarang ini berdemo di jalan meminta kenaikan upah minimum itu akan berani berkata seperti itu? Tentu saja bisa, asalkan mau meningkatkan skill, dengan melihat peluang pada bidang-bidang tertentu yang permintaan tenaga kerjanya masih cukup tinggi, sehingga dengan permintaan tinggi, ‘harga jual’ diri kita akan tinggi.

Selamat berjuang!

Referensi:

  • Cohen, J.A. 2005. Intangible Assets: Valuation and Economic Benefit. Willey Finance, USA.
  • Damodaran, Aswath. 2002. Investment Valuation: Tools and Techniques for Determining the Value of Any Asset. John Willey & Sons Inc., New York.
  • Wijanarko, W. 2013. Analisis Perlindungan Aset Tidak Berwujud pada Perusahaan Rintisan di Bidang Teknologi Informasi di Indonesia. MEP UGM.

Sabtu, 08 November 2014

Menginap di Bandara

Transit di bandara merupakan salah satu cara untuk menyambungkan penerbangan dari kota satu ke kota lain. Biasanya transit diperlukan jika tidak ada rute langsung yang melayani antara bandara keberangkatan dan bandara tujuan. Misalnya, saya saat ini sedang transit di Makassar karena melakukan  perjalanan dari Yogyakarta ke Jayapura. Beberapa bandara hub yang bisa menyambungkan antara Jogja dan Jayapura adalah Jakarta, Surabaya, Denpasar, dan Makassar dengan berbagai pilihan maskapai di antaranya adalah: Lion Air, Sriwijaya Air, Batik Air, dan Garuda Indonesia.

Transit biasanya akan memakan waktu antara 30 menit sampai berjam-jam. Nah, tantangan akan timbul ketika transit dilakukan lebih dari 4 jam. Beberapa rekan saya bercerita bahwa mereka memilih untuk sewa taksi lalu jalan keliling kota. Beberapa lagi memilih untuk bertahan di bandara.

Di  bandara Sultan Hasanuddin (UPG) di Maros, atau bahasa dagangnya adalah di Makassar, banyak fasilitas yang bisa dimanfaatkan selama transit, baik yang gratis maupun berbayar. Untuk fasilitas gratis, penumpang transit bisa memanfaatkan waktu dengan duduk di ruang tunggu atau berjalan keliling area terminal. Di siang hari ada live performance musik khas dari Sulawesi Selatan. Bagi yang badannya terasa lengket karena perjalanan panjang, tersedia fasilitas shower untuk mandi di dalam terminal. Bagi yang sudah menyisihkan uang untuk transit, di dalam bandara ada kedai kopi, restoran, executive lounge, dan juga hotel transit.

Hotel transit d'Prima by Home Inn ini terletak di dekat area keberangkatan nomor 5. Menurut informasi yang saya peroleh, tarif hotel ini dihitung untuk per 6 jam, dengan asumsi bahwa biasanya transit yang normal dilakukan tidak lebih dari 6 jam. Dengan menginap di hotel transit ini penumpang maskapai bisa istirahat di dalam kamar di area bandara tanpa terganggu privasinya.

Saya pernah sekali merasakan menginap di hotel transit ketika di Medan, namun belum pernah mencoba fasilitas hotel transit di bandara Makassar ini karena tidak transit lebih dari 4 jam. Saya juga belum pernah menggunakan fasilitas shower karena saya yakin bahwa badan masih terasa segar.

Rabu, 05 November 2014

Jogja Berhati Nyam-nyam

Saya mendengar glenak-glenik dari banyak rekan mengenai kondisi Jogja beberapa waktu terakhir ini. Selain musim kemarau panjang dan terasa gerah, banyak yang mengeluh sumur yang mereka miliki asat alias kering. Keluarga saya sendiri juga merasakan kekeringan ini sampai harus memanggil tukang sumur untuk menambah kedalaman sumur yang ada di belakang rumah kami.

Jl. Taman Siswa Yogyakarta

Permasalahan di Jogja di mata saya saat ini adalah pada masalah pangan, lingkungan hidup, tempat tinggal, transportasi, dan pendidikan. Masalahnya, semua hal tersebut saling berkaitan. Swasembada pangan memerlukan lahan yang cukup luas untuk dapat menanam bahan pangan. Masalahnya, sawah yang ada sekarang sudah bergeser menjadi banyak perumahan. Perumahan yang dibangun juga tidak tanggung-tanggung dengan memakan hampir luas tanah kavling itu menjadi bangunan. Kalaupun tidak menjadi bangunan, luas tanah yang tersisa dijadikan carport atau ditutup dengan semen atau konblok. Air susah meresap, dan tanaman besar nyaris mustahil bisa tumbuh di lapisan semen itu.

Solusinya? Saya pribadi mendukung kalau salah satu solusinya adalah membangun secara vertikal, atau dikatakan sebagai rumah susun. Kalau istilah orang berduit disebut sebagai apartemen. Mungkin banyak orang Jogja yang belum siap dengan konsep rumah susun ini, meskipun pemerintah di Yogyakarta juga sudah bertahun-tahun mencoba membangun beberapa hunian rumah susun bagi masyarakat dengan biaya sewa yang murah. Ketika ide ini digulirkan, banyak juga yang protes karena dianggap tidak ramah lingkungan. Sekarang solusinya bagaimana? Kebun di pinggiran yang masih murah dibeli lalu dijadikan perumahan? Berarti lahan akan semakin habis? Misalnya saya punya lahan kebun seluas 5000 meter persegi. Karena tidak suka bangun vertikal, saya bagi tanah 5000 meter itu menjadi kavling masing-masing 150 meter persegi dengan fasilitas untuk jalan 20 persen. Saya akan bisa membangun sekitar 26 rumah kavling dengan tipe 45/150 di tanah itu.

Jika vertikal? Misalnya saya ingin membuat tempat tinggal dengan ukuran yang sama (tipe 45), saya akan mengambil 1000 meter tapak tanah, lalu saya bangun rumah susun vertikal, misalnya 10 lantai, masing-masing lantai berisi 10 tempat tinggal dan memerlukan lebar total 450 meter persegi, separuhnya yang 550 meter adalah untuk fasilitas umum di gedung itu (lorong, mekanikal, parkir, elektrikal, dll). Maka saya akan memerlukan tanah seluar 1000 meter persegi untuk menyediakan 100 unit rumah tinggal. Sisanya yang 4000 meter tadi masih bisa ditanami pohon, dan jadi playground untuk warga yang tinggal di situ. Sebagai catatan, saya tidak tahu itungan pasnya, namun saya hanya menghitung bahwa pembangunan secara vertikal akan menghemat tapak tanah yang terpakai, sehingga tapak tanah yang nganggur ini juga bisa digunakan sebagai lahan hijau.

Ketika saya mendiskusikan ini, ada lagi yang protes jika rumah susun itu susah srawung atau bergaul. Lha yang di perumahan saja sudah bergaul. Tetapi menurut saya itu bisa diatasi jika rumah susun dibuat masing-masing memiliki teras dengan akses masuk lewat depan, bukan masuk lewat lorong di dalam, sehingga penghuni bisa tetap duduk di teras depan tempat tinggal masing-masing sambil bisa saling menyapa dengan tetangga sebelah. Selain itu saya optimis jika arsitek atau orang sipil bisa membuat bagaimana sirkulasi udara tetap segar meskipun tidak pakai AC.

Selain kebutuhan, orang Jogja juga ditantang untuk membedakan antara kebutuhan dan keinginan. Banyak keluarga yang mampu untuk membeli rumah lebih dari kebutuhannya dengan dalih investasi, sehingga banyak rumah mereka yang tidak disewakan menjadi kosong dan tidak berpenghuni. Banyak yang membeli apartemen namun tidak ditinggali. Saya rasa itu yang membuat semakin sempitnya lahan untuk perumahan.

Pemerintah juga harus tegas untuk mengatur tata ruang wilayah, mana yang boleh menjadi bangunan, dan mana yang tidak boleh. Saya yakin jika Jogja itu istimewa karena orangnya. Dengan kebutuhan tempat tinggal seiring jumlah penduduk yang semakin banyak, maka keistimewaan orang Jogja ditantang dengan kreatif memberikan solusi. Marilah kita urun rembug.

Sabtu, 25 Oktober 2014

Sarana Air Bersih di Elelim, Kabupaten Yalimo

Distrik Elelim yang menjadi ibu kota Kabupaten Yalimo adalah daerah yang berada di ketinggian kurang lebih 400 mdpl, sedangkan Wamena yang berjarak 132 km melalui jalan darat berada di ketinggian 1600 mdpl. Saya tidak tahu angka persisnya, namun saya mengetahui ini dari indikator di dashboard mobil Mitsubishi Strada Triton yang kami naiki dalam perjalanan dari Elelim menuju Wamena.

Salah satu permasalahan yang dihadapi oleh penduduk Elelim adalah tersedianya air bersih. Ada saluran air bersih dari mata air, namun baru menjangkau perumahan pejabat eselon 2 Kabupaten Yalimo. Pegawai dan masyarakat memanfaatkan air hujan yang biasa turun setiap 2-3 hari sekali untuk kebutuhan MCK (mandi, cuci, kakus). Hasilnya adalah ketika mandi dengan sabun, maka ketika dibilas akan terasa licin.

Di sisi lain, banyak juga mata air bersih dari alam. Jika stok air hujan di penampungan habis, kami biasa mandi di sebuah pancuran, sekitar 1 km dari tempat kami tinggal dengan naik sepeda motor menuruni bukit. Biasanya saya sekalian bawa jerigen 30 liter yang diisi air pancuran untuk keperluan di rumah.

Saat ini saya baru saja mendarat setelah perjalanan udara dari Wamena dan tiba di Jayapura sesudah lebih dari 2 minggu berada di Elelim. Beberapa waktu lalu, kami pergi ke pancuran dan mandi. Ketika memencet botol sabun cair dan siap mengoleskan di badan, teman-teman teriak, "Mas jangan pakai itu!"

Saya kaget! Saya pikir saya salah pencet shampo. Belakangan saya ketahui ternyata sabun cair yang mau saya pakai itu adalah sabun cuci cair yang dimasukkan ke botol sabun mandi. Untung saja belum sempat oles ke badan.
Pengalaman lain adalah ketika tahun 2012 lalu mandi bersama masyarakat asli Elelim di pancuran. Saya sudah siap membawa perlengkapan mandi. Ketika mereka mandi, saya tawarkan sabun mandi cair dan shampo yang saya bawa, tetapi mereka tidak mau.

"Itu tidak bagus, tidak terasa!" kata salah satu dari mereka. Selang beberapa saat, mereka mengeluarkan Rinso bubuk, dan saya berpikir bahwa mereka mau sekalian cuci baju. Alamak! Ternyata deterjen pencuci baju itu dipakai untuk shampo rambut dan bersihkan badan. Saya tanya tetangga kami yang adalah orang Jawa, ternyata mereka biasa mandi pakai sabun cuci. Dan tetangga kami ini mencoba meniru saat kehabisan shampo, namun hasilnya kulit kepala terkelupas selama seminggu.

Di sebuah sudut jalan di Distrik Elelim hari Jumat (24/10) kemarin, saya melihat banyak pipa air minum hitam ukuran 3 inch yang baru saja tiba. Sepertinya akan dibangun jaringan air yang baru. Semoga dengan pembangunan  jaringan air bersih ini pegawai Kabupaten Yalimo dan masyarakat memperoleh air bersih dengan mudah untuk dapat mendukung peningkatan kualitas hidup masyarakat Yalimo.

Kamis, 16 Oktober 2014

Menghilangkan Iklan Intrusive Telkomsel Flash

Setelah beberapa waktu lalu berkutat dengan iklan Telkomsel yang muncul ketika browsing dengan menggunakan Telkomsel Flash, saya akhirnya mengontak Customer Service Telkomsel untuk mengutarakan keberatan saya.

Menggunakan aplikasi MyTelkomsel di Android, saya menggunakan fitur layanan pelanggan untuk mengirim komplain atau pengaduan. Dalam beberapa jam setelah posting komplain tersebut, saya browsing lagi dan sudah tidak ada lagi iklan intrusive yang muncul ketika browsing, dan saat ini sudah saya coba lebih dari 10 hari, dan iklannya sudah menghilang.

Jumat, 10 Oktober 2014

Cara Menghentikan Transfer Berkala di KlikBCA

Beberapa penyedia internet banking, salah satunya adalah BCA menyediakan fitur transfer berkala (recurring transfer). Fitur ini memudahkan kita jika ingin melakukan transfer dengan jumlah tertentu secara berkala ke rekening lain. Biasanya fitur ini adalah untuk membantu pemindahan dana yang bersifat tetap dalam jangka waktu tertentu, untuk menghindari jika kita lupa, karena proses transfer diproses otomatis oleh sistem berdasarkan periode yang kita pilih, baik harian, mingguan, maupun bulanan. Input transfer berkala ini dimasukkan melalui menu transfer dana seperti pada gambar berikut.

recurring_transfer_bca

Namun, jika ternyata sebelum masa berlaku habis kita ingin membatalkan transaksi transfer berkala BCA ini, caranya cukup mudah dan bisa dilakukan di KlikBCA. Ada menu Transaction Status, lalu cari transaksi di masa depan yang ingin dibatalkan dengan mencari berdasarkan tanggal efektif. Pilih transaksi tersebut, lalu klik tombol Cancelled atau batalkan. Setelah konfirmasi, maka transaksi transfer berkala tersebut akan otomatis dibatalkan.

transaction_status

Beberapa bank penyedia internet banking lain sepertinya masih mensyaratkan kita menghubungi customer support untuk dapat melakukan pembatalan transfer berkala seperti ini.

Selasa, 07 Oktober 2014

Wisata Kuliner Jayapura RM Antariksa

Begitu mendarat di Kota Jayapura, akan kurang rasanya jika tidak mencicipi makanan yang ada di sini. Salah satu tempat yang bisa dikunjungi adalah Rumah Makan Antariksa yang terletak di Jl. Raya Abepura - Sentani di Kotaraja, sekitar 100 m seberang SPBU (pom bensin) Kotaraja, arah menuju Jayapura. Warungnya kecil, namun bersih dan nyaman.

Sajian yang ditawarkan ada beragam, ada lalapan sambal iblis (mungkin karena kepedasannya), sop buntut, ikan mujair bakar, dan ayam bakar. Kami memesan sop buntut, dan langsung disajikan panas-panas. Rasa rempahnya begitu terasa, wajar saja jika banyak yang mengunjungi tempat ini, mulai dari sopir taksi sampai pejabat, karena selain rasanya pas, harganya cukup terjangkau untuk wilayah Jayapura. Kami 3 orang melahap 3 porsi sop buntut, 2 gelas jeruk hangat dan segelas teh hangat membayar sebanyak Rp.160.000,-.

Senin, 06 Oktober 2014

Cara Menghilangkan Intrusive Ads Telkomsel dan XL Axiata

Beberapa bulan ini saya cukup tertarik mengamati adanya intrusive ads ketika browsing menggunakan Telkomsel Flash. Saya baca di beberapa media, hal serupa juga terjadi di pengguna XL Axiata. Selain tampilannya mengganggu, ternyata hal ini membuat beberapa website tidak bisa diakses dengan sebagaimana mestinya. Beberapa website yang menggunakan javascript atau css tertentu untuk membantu menampilkan menu dan tampilan tertentu tidak bisa diakses dengan baik.

Prakteknya, provider tersebut menggunakan interstitial ads dan offdeck ads untuk memanipulasi content web yang dikirimkan ke pelanggan. Dalam interstitial ads, biasanya akan ditayangkan dalam satu halaman web penuh sebelum pengguna masuk ke halaman situs yang diakses, sementara off-deck ads merupakan format iklan yang disisipkan di bagian atas halaman sebuah situs. Setahu saya, cara ini sudah digunakan oleh beberapa provider hosting gratisan sejak tahun 2000 lalu, misalnya waktu itu ada layanan Yahoo! Geocities, Tripod Lycos dan Freeservers yang memodifikasi tampilan HTML web yang kita upload sehingga muncul iklan tambahan ketika diakses oleh pengunjung situs web kita yang dihosting di server gratisan itu.

offdeck_ads_telkomsel

Untuk iklan yang disisipkan oleh provider hosting, menurut saya masih oke sebagai risiko karena untuk menutupi biaya server, dan itu dilakukan ketika data tersebut disajikan oleh server. Sedangkan, dalam kasus Telkomsel dan XL Axiata ini, mereka melakukan modifikasi data di tengah jalan ketika data tersebut ditransmisikan.

Yang menarik, karena saya mengelola website cerita lucu yang ada iklannya, banyak iklan banner yang tidak mau muncul, dan di data kami dengan jumlah traffik yang sama (berdasarkan Google Analytics), iklan yang berhasil muncul saat ini adalah kurang dari 50 persen dari trafik. Saya masih belum bisa tahu apakah ini karena pengunjung website kami menggunakan ad blocker atau karena iklan intrusive ini. Sebagai gambaran adalah, dari pengunjung situs kami itu, lebih dari 70% pengunjung situs yang saya kelola adalah menggunakan perangkat mobile, dan urutan teratas provider telekomunikasi yang mengakses website saya adalah: PT Telkom Indonesia, PT Hutchison CP Telecommunications, PT. Telekomunikasi Selular (Telkomsel) Indonesia, dan PT Excelcomindo Pratama.

Sepertinya, langkah yang bisa dilakukan oleh webmaster adalah memindahkan websitenya ke SSL. Dengan SSL, akan sulit untuk melakukan interupsi iklan seperti ini. Kerugian yang mungkin ada adalah SSL agak sedikit lebih lama untuk diakses karena browser harus melakukan serangkaian verifikasi sebelum bisa mentransfer data ke pengunjung karena alasan keamanan. Selain itu, beberapa provider iklan masih belum mendukung tampilan iklan dengan menggunakan SSL, sehingga akan muncul peringatan ketika kita menampilkan iklan dengan alamat sumber HTTP di halaman yang menggunakan SSL.

Sekarang, kemana kami harus mengadu?

Minggu, 05 Oktober 2014

Pakan Alami Budidaya Ikan Nila

Sudah 1 tahun ini kami memelihara beberapa ekor ikan nila di kolam buatan di belakang rumah. Selain karena ikan ini makanan utamanya adalah tumbuhan, ikan ini paling mudah dipelihara dan sangat cepat berkembang biak. Ikan baru berumur kurang dari 4 bulan saja sudah beranak pinak. Bahkan, suatu kali kami menguras kolam sampai kering dan ikannya habis, tiba-tiba saja muncul larva ikan ini yang banyak jumlahnya, sehingga sampai sekarang ikan ini tidak habis-habis. Mungkin karena telur yang sudah dibuahi masih menempel di dasar atau dinding kolam.

Karena harga pakan juga cukup mahal, maka kami mecoba memberi ikan itu dengan pakan alternatif. Kami mencoba menggunakan daun singkong utuh yang dimasukkan ke kolam. Hasilnya adalah ikan ini dengan lahap memakan daun-daun singkong.


Kelemahan daun singkong ini adalah kolam kami menjadi cepat kotor karena sisa daun yang tidak termakan ini lama-kelamaan tenggelam dan membusuk, akhirnya ikan menjadi banyak yang mati. Kemudian, kami menabur tanaman terapung moto iwak (lemna minor) di kolam. Tumbuhan kecil ini memiliki protein tinggi dan disukai oleh ikan. Tanaman mengapung ini berkembang biak menjadi 2 kali lipat setiap 3-5 hari.

Karena tanaman ini menyerap amonia air kolam untuk bisa tumbuh, kolam kami sudah beberapa bulan ini tidak dikuras, namun tidak begitu bau dan ikan tetap hidup dan sehat. Sekarang, ikan nila yang ada di kolam kami nyaris tidak pernah kami beri makan dengan pakan buatan, namun tetap hidup dan berkembang biak dengan cepat.

Wisma INRI Karangpandan

Kami menghadiri acara baptis anak Bang Albert di Karangpandan, Kabupaten Karanganyar hari Minggu 5 September 2014. Karena jarak yang cukup lumayan dari Jogja, kami menginap di Wisma INRI Karangpandan.

Daerah ini sejuk, sehingga tidak diperlukan AC. Biasanya, selain untuk menginap, wisma ini digunakan untuk krgiatan retreat.

Yang cukup menarik di sini adalah pemandangan persawahan di sekitar wisma. Tanaman padi menghampar hijau dan segar, dengan air yang terus mengairinya dari pegunungan. Salah satu rekan saya yang adalah arsitek mengatakan bahwa sawah ini merupakan pemandangan gratis yang diberikan tetangga. Gratis, karena tidak perlu membeli untuk memiliki tanahnya, namun dapat pemandangan indahnya. Saya ingat, ada yang bercerita ke saya jika ada salah satu pengelola villa yang membeli seluruh sawah di sekitarnya hanya agar memperoleh pemandangannya, karena kalau tidak dibeli, konon banyak yang akan membuat bangunan baru di kawasan itu.

Semoga pemandangan indah sawah dan ladang di negara kita tetap terjaga.

Sabtu, 04 Oktober 2014

Kuliner Solo Rumah Makan Taman Sari

Melintasi Kota Solo, yang pertama saya bayangkan adalah wajib makan tengkleng untuk meningkatkan stamina. Namun apa daya, karena sedang merayakan Idul Adha, warung yang menjual tengkleng di Solo banyak yang tutup. Memang ada beberapa yang buka, namun siang sudah habis. Kebetulan kami melintas dari Jogja ke arah Karanganyar malam jam 19.00 WIB.

Di Jalan Adi Sucipto Mo. 168 Colomadu, ada Rumah Makan Taman Sari. Tempatnya lumayan besar dan parkir luas. Selain itu, sajian yang diberikan adalah prasmanan. Kita memilih sendiri menu yang disajikan di meja, lalu melaporkan diri ke kasir untuk dihitung. Masakannya khas Jawa ndeso dan hal ini adalah salah satu yang paling saya senangi.

Kamis, 02 Oktober 2014

Kuliner Pepes Ikan Patin di Yogyakarta

Saya pertama makan ikan patin adalah waktu ke Banjarmasin, tahun 2005 silam. Setelah itu, setiap ada masakan ikan patin di manapun, saya akan mencoba untuk mencicipinya.

Beberapa hari lalu kami pulang ke rumah setelah mengantar anak ke sekolah. Kami mampir ke rumah makan Rata-Rata di perempatan Jalan Kabupaten di Ring Road Utara Yogyakarta. Rumah makan ini ada di seberang RS Akademik UGM. Untuk urusan harga, pepes ikan patin di sini terjangkau. Kalau tidak salah kurang dari Rp.10.000. Rasanya pedas dan tentu saja maknyus, karena tekstur ikan patin yang lebih banyak lemaknya dibanding ikan yang lain.

Minggu, 28 September 2014

Menanam Daun Gedi di Yogyakarta

Ketika berada di Papua, tetangga kami banyak yang menanam tanaman daun gedi (edible hibiscus, sayor yondok) atau secara ilmiah disebut sebagai Abelmoschus manihot. Pada suatu kali, saya mengalami sakit radang di Jayapura, dan disarankan untuk merebus daun ini dan memakannya. Saya merebus daun ini bersama sop dan segera memakannya, karena daun ini jika sudah lama dibiarkan setelah dimasak akan menjadi sangat lengket dan berlendir kental. Sifat kental ini yang menjadikan daun gedi menjadi campuran bubur Manado.

Nah, waktu itu pagi hari saya harus mengejar pesawat ke Bandara Sentani menuju ke Jogja. Sebelum berangkat, saya mampir ke Cigombong, karena ada warga yang di depan pagarnya ada tanaman daun gedi. Jadi, saya mau potong untuk dibawa ke Jogja. Ternyata, tanaman itu sudah dibabat habis oleh si empunya rumah karena menghalangi pemandangan warungnya. Akhirnya saya gagal membawa bibit tanaman gedi.

Beberapa hari kemudian, kami berjalan-jalan di dekat tempat tinggal simbah di Sentolo, Kulon Progo. Waktu duduk di teras, saya mengamati ternyata tetangga depan rumah ada tanaman itu dengan jumlah yang sangat banyak. Tanaman itu dia gunakan sebagai pakan untuk ikan gurami yang dipelihara. Saya meminta 2 batang untuk ditanam di rumah Sleman.

Tanaman ini mudah sekali tumbuh. Saya tancapkan 1 batang di tanah belakang rumah dan dalam beberapa bulan sudah menjadi tanaman yang besar dengan daun yang lebat. Jadi, jika saya sewaktu-waktu ingin memasak sayur gedi, tinggal petik daunnya.

Sabtu, 27 September 2014

Wisata Kuliner Jogja Brongkos Alkid

Salah satu kebutuhan utama kita adalah makan. Nah, bagi yang sedang berwisata di Jogja, coba sediakan waktu untuk makan brongkos. Ada banyak warung yang menjual brongkos, salau satunya di Alkid atau Alun-alun Kidul (selatan) di dalam kompleks Kraton Yogyakarta. Brongkos ini dijual di Warung Makan Handayani, di Jalan Gading No. 2.

Brongkos koyor (daging sapi) di sini ditawarkan dengan harga Rp.17.000 per porsi dan untuk brongkos telur Rp.10.000 per porsi. Bagi yang kurang suka daging sapi, masih ada menu lain, yaitu nasi rames dan nasi pecel. Pagi ini kami berkesempatan mengunjungi warung ini. Didukung dengan rasa lapar karena belum sarapan, rasa brongkos yang kami makan sangat pas di lidah.

Kamis, 25 September 2014

Optimalisasi Penggunaan Pesawat Air Asia

Dari apa yang saya baca di sebuah artikel, Air Asia menghemat biaya dengan salah satunya melakukan pengurangan waktu jeda antara suatu penerbangan dengan penerbangan berikutnya apabila menggunakan armada yang sama.

Pengalaman saya tadi, ketika naik pesawat Air Asia QZ7522 dari Jakarta ke Jogja, meskipun jadwal keberangkatannya adalah pukul 10.00 WIB, kami sudah diminta boarding pukul 09.20 WIB. Kami menuju boarding gate dan terhenti di tangga. Saya kira kami akan diangkut dengan bis, karena di depan kami ada pesawat Q7511 dari Denpasar dengan registrasi PK-AZF sedang menurunkan penumpang.

Sambil melihat penumpang terakhir PK-AZF turun dari pesawat, kami dipersilakan menuju pesawat kami menuju ke Jogja. Ternyata kami menggunakan pesawat PK-AZF itu untuk ke Jogja. Bahkan, ketika kami masuk ke dalam pesawat, ground crew masih menurunkan bagasi penumpang dari Denpasar, dan sebagian lagi memasukkan bagasi kami, serta pesawat melakukan pengisian bahan bakar.

Saya hitung pesawat ini di darat hanya sekitar 30 menit. Pengalaman saya dengan maskapai lain seperti Lion Air, hal ini sulit dilakukan karena jika penerbangan menggunakan armada Boeing 737-900, dengan penumpang 215 orang, persiapan keberangkatan menjadi sangat lama. Dan saya sering melihat, penumpang Lion Air sering bawa tentengan bagasi ke kabin lebih banyak.

Saya rasa untuk bisa melakukan hal seperti Air Asia ini, harus ada pelatihan terintegrasi antara seluruh ground staf, cabin crew, dan otoritas bandara layaknya pelatihan kru pit stop pada balapan Formula 1.

Dan kami pun mendarat pukul 10.57, info dari awak kabin, ini adalah 7 menit lebih awal dari yang dijadwalkan.

Rabu, 24 September 2014

Perjalanan Jayapura - Medan - Toba - Samosir - Kuala Lumpur - Jogja

Pada tanggal 11-19 September 2014 kemarin, saya dan keluarga melakukan perjalanan ke Medan yang dilanjutkan dengan mengunjungi Danau Toba, Pulau Samosir, Berastagi, Kuala Lumpur, dan kembali ke Jogja. Saya sendiri memulai perjalanan dari Jayapura, Papua.

Huta Batak


Berikut ini adalah rangkuman singkat perjalanan kami:
  1. Perjalanan dari Sentani Jayapura ke Medan
  2. Medan, Kuala Namu ke Balige via Tebing Tinggi, Pematang Siantar, Parapat
  3. Balige ke Porsea
  4. Balige ke Samosir via Parapat
  5. Samosir, Sumarjarunjung, Tongging, Tao Silalahi, Berastagi
  6. Berastagi ke Medan
  7. Keliling Kota Medan
  8. Medan ke Kuala Lumpur
  9. Kuala Lumpur ke Jogja

Jumat, 19 September 2014

Dari Kuala Lumpur ke Yogyakarta

Jadwal pesawat kami dari Kuala Lumpur ke Yogyakarta adalah pukul 15.15 GMT+8. Jadi, kami pagi hari masih sempat jalan-jalan ke Menara Petronas, lalu kembali ke Pasar Seni untuk sarapan dan beraktivitas di sana.

IMG_9463

Agak berbeda dengan perjalanan kami dari KLIA2 ke Kuala Lumpur yang menggunakan transportasi publik, kami pulang dari hotel menggunakan van yang kami sewa dari hotel. Harga sewa van di hotel adalah RM 180 sekali jalan. Sebenarnya, saya biasa menyewa van dari KL ke KLIA2 dan membayar RM 160, namun (mungkin) karena hari Jumat siang, van yang biasa kami sewa tidak tersedia, dan kami menggunakan armada yang disiapkan hotel.

IMG_9491

Sampai di bandara KLIA2, kami melakukan proses check in dan kemudian melewati imigrasi untuk masuk ke ruang tunggu. Tidak berapa lama, kami pun masuk ke pesawat dan terbang menuju ke Yogyakarta. Sampai di rumah, kami sudah disambut dengan bagasi kami yang tiba lebih dulu di rumah, padahal baru sehari sebelumnya kami kirimkan dari Medan ke Sleman dengan paket TDS (two days service) dari Tiki.

NB: Tulisan ini merupakan rangkaian perjalanan saya dari Jayapura - Medan - Toba - Samosir - Kuala Lumpur - Jogja

Kamis, 18 September 2014

Perjalanan Medan ke Kuala Lumpur

Pagi hari, kami melanjutkan perjalanan dari Kuala Namu ke Kuala Lumpur. Dari Kota Medan, kami naik kereta Railink, karena selain setiap 30 menit ada, kami bisa tiba di Bandara Kuala Namu dengan tepat waktu. Banyak rekan-rekan yang mempertanyakan perjalanan kami ke Kuala Lumpur ini. Selain sekalian jalan, sebenarnya pertimbangan kami adalah biaya pesawat dari Medan ke Jogja via Jakarta dan Medan ke Jogja via Kuala Lumpur hampir sama. Sekalian saja deh kita jalan.

Hotel Geo Kuala Lumpur

Tiba di Kuala Lumpur, kami naik bus dengan biaya RM 10 per orang dari KLIA2 menuju ke KL Sentral, dan melanjutkan naik kereta ke Pasar Seni degan biaya RM 1 per orang. Kami menginap di Hotel Geo Kuala Lumpur yang hanya 100 meter dari stasiun kereta Pasar Seni. Karena kami sudah tiba sore, kami hanya berkeliling di Central Market untuk melihat-lihat souvenir yang ditawarkan. Kuliner di area Pasar Seni tidak perlu dikuatirkan. Meskipun Hotel Geo tidak memiliki restoran, kami bisa memperoleh makanan dengan mudah di kawasan sekitar.

NB: Tulisan ini merupakan rangkaian perjalanan saya dari Jayapura - Medan - Toba - Samosir - Kuala Lumpur - Jogja

Rabu, 17 September 2014

Wisata Keliling Kota Medan

Seharian ini kami menghabiskan waktu keliling di Kota Medan. Berhubung setelah kami menghitung bagasi kami sangat berat, dan setelah membandingkan dengan biaya bagasi di penerbangan Air Asia, kami akhirnya menggunakan Tiki untuk menerbangkan barang-barang kami ke Jogja. Biayanya hampir sama, namun kami tidak perlu angkat-angkat di bandara karena barangnya akan diantar oleh kurir sampai di rumah kami.

IMG_9432

Sebenarnya kami bukan kelilling kota, kami hanya mengunjungi istana Maimun saja dan pergi makan siang di Centre Poin dan menghabiskan waktu sampai sore di pusat perbelanjaan ini.

IMG_9441

Oh ya, harga souvenir yang ada di parkiran Istana Maimun cukup murah dan bersaing dengan harga di Samosir. Jangan segan untuk menawar jika memang diperlukan.

NB: Tulisan ini merupakan rangkaian perjalanan saya dari Jayapura - Medan - Toba - Samosir - Kuala Lumpur - Jogja

Selasa, 16 September 2014

Perjalanan Berastagi ke Medan

Setelah selesai sarapan, kami melanjutkan perjalanan dari Sinabung Hills Berastagi menuju ke Medan. Perjalanan dari Berastagi ke Medan dapat ditempuh selama kurang lebih 2 jam dengan jarak tempuh sekitar 66 km. Jalannya menurun dan berkelok-kelok namun lancar. Kami singgah sebentar di Taman Alam Lumbini, yang memiliki pagoda tertinggi di Indonesia. Kuil Buddha ini megah dan katanya adalah replika dari Pagoda Shwedagon yang ada di Myanmar (Burma).

IMG_9371

Di perjalanan, kami menyempatkan diri untuk mampir makan durian. Harga durian ditawarkan Rp.25.000-30.000 per butir. Ketika kami makan durian, ada rombongan turis asing yang berhenti untuk melihat. Mungkin karena tidak terbiasa dengan bau durian, mereka keluar dari bus sambil tutup hidung.

IMG_9398

Kami melanjutkan perjalanan ke Medan dan menginap di Hotel Inna Dharma Deli. Hotel ini adalah hotel tua, namun letaknya sangat strategis, berada di tengah Kota Medan. Kami memesan kamar standar, namun setelah masuk, kamar standar berada di gedung lama (bukan bangunan tingkat) dan masuk lorong seperti di bangsal. Kami akhirnya upgrade kamar menjadi deluxe. Ketika kami menginap hotel ini sepi pengunjung, hanya kami dan beberapa tamu yang nampak ada di hotel ini. Seandainya hotel ini diperbarui fasilitas dan pelayanannya, hotel ini bisa menjadi primadona kembali di Medan.

IMG_9405

Selesai masuk hotel, kami keluar lagi dan mencari oleh-oleh. Ternyata, harga souvenir di Samosir jauh lebih murah daripada di Medan. Malam harinya, kami jalan kaki dan makan malam di Merdeka Walk.

NB: Tulisan ini merupakan rangkaian perjalanan saya dari Jayapura - Medan - Toba - Samosir - Kuala Lumpur - Jogja

Senin, 15 September 2014

Samosir Tongging Berastagi

Bangun pagi, saya duduk di teras Samosir Villa Resort untuk menikmati pemandangan Danau Toba. Pagi itu angin sepoi-sepoi dan cuaca lumayan cerah. Kami dengan tenang bisa melihat banyak kapal yang berlalu-lalang di depan kami. Ada juga kapal penumpang yang singgah di dermaga hotel kami. Tamu hotel bisa naik kapal ini untuk keliling Danau Toba.

IMG_9276

Setelah sarapan, kami segera menuju ke Pelabuhan Simanindo untuk menyeberang ke Tigaras. Rencana awal kami adalah ke Tongging melalui Pangururan dan Sidikalang, namun informasi dari orang di sana, jalannya sedang dalam kondisi kurang bagus dan berbahaya.

IMG_9288

Kami naik kapal feri, namun ukurannya lebih kecil dari feri yang jurusan Parapat-Tomok. Kami membayar tarif feri Rp.139.000 untuk mobil dan penumpang. Setelah menyeberang 30 menit, kami mendarat di Tigaras. Kami naik gunung dan beristirahat di Simarjarunjung. Pemandangan Danau Toba di dari Simarjarunjung sungguh aduhai. Untuk menghilangkan dingin, kita bisa memesan minuman bandrek dan pisang goreng yang disajikan di situ.

IMG_9299

Kami melanjutkan perjalanan menuju ke Tongging, untuk melihat air terjun Sipisopiso. Ketika kami tiba, kami melihat bahwa jalan untuk menuju ke dasar air terjun sangat jauh, sehingga kami tidak turun. Kami hanya melihat air terjun dari parkiran mobil sambil menikmati makan siang di sana.

IMG_9338

Selesai makan siang, kami turun ke Tongging, dan menuju ke Desa Silalahi. Di perjalanan kami berhenti untuk melihat warga di sana yang sedang menenun kain ulos. Komunikasi agak susah juga, karena nenek yang membuat ulos tidak bisa bahasa Indonesia. Sementara kami juga “dang boi marbahasa Batak”.

IMG_9343

Perjalanan kami pun terhenti di Tugu Raja Silahisabungan. Kami berkunjung di situ dan diceritakan oleh Warga di sana mengenai sejarah dan silsilah Raja Silahisabungan, mulai dari awal sampai bisa tiba ke Desa SIlalahi, dan ceritera mengenai keluarga dan anak keturunannya. Di pinggir danau juga banyak mangkuk berisi jeruk purut, yang katanya untuk ritual penyebuhan penyakit, karena menurut masyarakat di sana, Raja Silahisabungan dikenal sebagai orang yang sakti yang menyembuhkan orang sakit pada waktu itu dengan menggunakan media jeruk purut.

IMG_9347

Kami melanjutkan perjalanan untuk mencari penginapan. Jalan yang kami lewati kecil, dan harus hati-hati jika berpapasan dengan mobil yang lain karena jika salah ambil jalan, maka salah satu bisa terperosok ke sisi danau.

IMG_9357

Rencananya sih kami mau menginap di Tongging, lagi-lagi jadwalnya kami ubah, dan kami langsung menuju ke Berastagi. Kami pun balik arah melewati jalan yang kami lalui tadi. Atas rekomendasi dari Pak Kader (driver kami), kami masuk dan menginap di Sinabung Hills. Dengan sisa-sisa tenaga, kami tidak keluar lagi, namun menghabiskan malam di hotel untuk makan dan beristirahat.

IMG_9359

NB: Tulisan ini merupakan rangkaian perjalanan saya dari Jayapura - Medan - Toba - Samosir - Kuala Lumpur - Jogja

Minggu, 14 September 2014

Perjalanan Balige ke Samosir

Sebenarnya rencana perjalanan kami berikutnya adalah menuju Tarutung untuk ke Salib Kasih. Namun, setelah diskusi, kami mengurungkan untuk pergi ke sana. Dengan memanfaatkan voucher dari Hotel Ompu Herti, kami mengunjungi TB Silalahi Center, dimana di kompleks tersebut juga ada Museum Batak.

IMG_9179

Selesai mengunjungi TB Silalahi Center, kami langsung menuju ke Parapat untuk naik feri ke Tomok, Samosir. Kami tiba 2 jam lebih cepat dari jadwal feri, sehingga menyempatkan diri makan siang di Hotel Inna Parapat. Mendekati jadwal penyeberangan, kami menuju ke pelabuhan, dan di situ sudah banyak kendaraan antri menunggu untuk menyeberang. Banyak juga pedagang dan anak-anak yang melakukan atraksi berenang di dekat kapal. Biasanya penumpang feri akan menyiapkan uang kertas untuk dilempar ke anak-anak itu. Mereka akan segera sigap untuk berenang mengambil uang yang dilempar oleh para penumpang kapal feri.

Penumpang bisa tetap berada di dalam kendaraan, atau bisa keluar untuk melihat pemandangan selama feri berlayar. Waktu untuk menempuh perjalanan feri dari Parapat ke Tomok adalah sekitar 30 menit.

IMG_9207

Turun dari feri, kami tiba di Tomok, dan belok kiri sedikit ada tempat wisata yaitu makam Raja Sidabutar. Kami berhenti di situ untuk belanja dan mengunjungi makam. Harga souvenir di sini jauh lebih murah daripada beli di Medan, dan jangan lupa untuk menawar untuk mendapat harga spesial.

Selain tempat belanja, di sini ada pertunjukan tari Sigalegale yang bisa ditonton dengan membayar biaya tertentu. Karena sudah sore, kami pun tidak menyempatkan diri untuk melihat pertunjukan ini.

IMG_9258

Selesai belanja, kami segera menuju ke Tuktuk untuk mencari penginapan. Kami akhirnya menginap di Samosir Villa Resort. Hotel ini suasananya nyaman, dan terletak tepat di pinggiran Danau Toba. Kami memilih kamar yang langsung menghadap danau sambil duduk di teras untuk melihat kapal-kapal yang melintas danau di malam hari.

NB: Tulisan ini merupakan rangkaian perjalanan saya dari Jayapura - Medan - Toba - Samosir - Kuala Lumpur - Jogja

Sabtu, 13 September 2014

Mengunjungi Porsea

Bangun pagi, kami sarapan di Restoran Bunga Toba di depan Hotel Ompu Herti, dengan menggunakan kupon sarapan dari Hotel. Tamu di Hotel Ompu Herti ini juga memperoleh kupon yang bisa ditukar tiket untuk masuk ke Museum Batak di TB Sialahi Center Balige. Selesai sarapan, kami menyewa perahu bebek dengan mesin bertenaga 25 PK untuk berkeliling di tepian Danau Toba. Tarifnya adalah Rp.175.000,- per 30 menit.

IMG_9040

Menuju Porsea, kami mampir sebentar di Pasar Balige. Sama seperti pasar pada umumnya, Pasar Balige adalah tempat untuk mencari barang kebutuhan pokok seperti sayuran, daging, dan beberapa barang kebutuhan rumah tangga lainnya. Namun, bentuk pasar ini cukup unik karena didesain dengan model Huta Batak, atau rumah adat orang Batak.
IMG_9054

Di Balige, betor (becak motor) banyak yang menggunakan Vespa sebagai pendorongnya. Kalau bodynya dirawat, sebetulnya betor dengan vespa ini cukup unik dan asyik untuk dikendarai. Namun sepertinya kendaraan ini sudah banyak rusak dimakan usia.

IMG_9064
Informasi dari saudara kami yang di Bekasi melalui telepon, salah satu makanan khas Balige  yang patut dicoba adalah bakmi Balige. Di depan Pasar Balige ini banyak kedai yang menjual bakmi Balige yang memiliki citarasa khas. Kami mampir di salah satu kedai ini untuk membeli beberapa bungkus bakmi.
IMG_9065

Usai sudah pembungkusan bakmi Balige, kami melanjutkan perjalanan ke Porsea selama kurang lebih 30 menit dengan melewati Kecamatan Laguboti. Beberapa desa yang kami lewati, yang saya ingat adalah Desa SIlaen, Tambunan, Huta Gaol, dan beberapa desa yang namanya sama dengan marga orang Batak. Kami pun tiba di tempat saudara di Porsea, lalu mengadakan acara ramah tamah.

IMG_9083

Tak lupa, masakan nasional di Tano Batak, saksang, ikan arsik dan makanan lain tersaji dengan lengkap, sambil kami beracara bersama dengan keluarga di Porsea. Semua makanan yang disajikan pada dasarnya adalah pedas, sehingga anak-anak yang tidak kuat makan pedas disiapkan ikan goreng untuk lauk makan mereka.

IMG_9138

Selesai acara, kami pamit kembali ke Balige. Dalam perjalanan, tiba-tiba kami melihat tanda lokasi makam DR. Ludwig Ingwer Nommensen, seorang dari Jerman (dulunya Denmark), yang mewartakan Injil di Tanah Batak. Kami pun menyempatkan diri untuk mampir dan mengunjungi makam tersebut.

IMG_9158

Selesai ziarah, kami pulang kembali ke hotel untuk beristirahat dan mempersiapkan perjalanan kami berikutnya.

NB: Tulisan ini merupakan rangkaian perjalanan saya dari Jayapura - Medan - Toba - Samosir - Kuala Lumpur - Jogja

Jumat, 12 September 2014

Perjalanan dari Kuala Namu ke Balige

Hari ke-2 di Medan (12/9), saya bangun pagi, sarapan dengan voucher hotel di Starbucks Coffee Stasiun Medan, dilanjutkan dengan jalan kaki melihat sekeliling Lapangan Merdeka. Malam sebelumnya, saya mencoba ke Merdeka Walk untuk makan malam, namun digagalkan oleh hujan. Waktu itu, rencananya jam 1 akan ada tambahan anggota keluarga dari Jogja yang akan mendarat di Kuala Namu, sebanyak 6 orang. Dengan menghitung bagasi yang akan dibawa dan kapasitas kendaraan, maka kami putuskan untuk menyewa kendaraan Isuzu Elf 12 seater untuk perjalanan kami. Selain cukup 1 kendaraan saja, dengan penumpang 7 orang kendaraan tersebut akan terasa lebih lega.

IMG_20140912_102538

Setelah tanya kiri kanan, maka saya menyewa kendaraan dari Medan Holidays, CV Harfina Deli, yaitu perusahaan milik pak Abdul Haris. Kalau mau pesan telepon saja di +62819861009 / +6285261452244, atau email di medanholidays@gmail.com. Bukan promosi, namun saya tulis saja, siapa tahu ada yang memerlukan rekomendasi rental mobil di Medan yang layak dipercaya, dan tentu saja harganya lebih murah. Driver yang mengantar kami namanya Pak Kader, membawa kendaraannya kalem dan santai, sehingga kami semua cukup nyaman di perjalanan. Dengan kondisi jalan yang naik turun di area Danau Toba, maka kendaraan Isuzu Elf ini direkomendasikan. Untuk pilihan sewa KIA Pregio atau Travello di Medan, sepertinya kedua kendaraan tersebut susah diajak naik ke tanjakan dengan muatan penuh. Toyota Hiace Commuter juga bagus, namun harga sewanya bisa 2 kali lipat harga sewa Isuzu Elf. Jalan yang berlubang-lubang, kadang lubang besar juga cukup nyaman dilibas oleh konfigurasi roda Isuzu Elf yang besar ini.

Pak Kader menjemput saya di hotel d’Prima dan kami pun menuju ke Bandara Kuala Namu untuk menjemput pasukan dari Jogja. Ketemu di Kuala Namu, kami melanjutkan dengan acara makan siang dan memulai perjalanan ke Balige melalui Tebing Tinggi, Pematang Siantar, Parapat.

IMG_20140912_190611

Karena sudah agak sore, maka kami tiba di Balige malam hari sekitar pukul 23.00 WIB, dan kami pun langsung masuk ke Hotel Ompu Herti dan tidur di situ. Perjalanan dari Kuala Namu ke Balige sebenarnya sekitar 4-5 jam saja, namun karena kami mampir ke rumah kerabat di Tebing Tinggi, maka jadwal kami molor 2 jam dari rencana perjalanan kami. Karena lelahnya, kami pun langsung tidur lelap sampai pagi. Suasana Balige cukup dingin, sehingga hotel tidak memerlukan AC untuk mendinginkan ruangan.

NB: Tulisan ini merupakan rangkaian perjalanan saya dari Jayapura - Medan - Toba - Samosir - Kuala Lumpur - Jogja

Kamis, 11 September 2014

Penerbangan dari Jayapura ke Medan

Tanggal 11/9 ini saya melakukan perjalanan dari Jayapura ke Medan dengan menggunakan maskapai Lion Air dengan nomor penerbangan JT-795 (DJJ-CGK via UPG) dilanjutkan dengan JT-202 (CGK-KNO). Berangkat dari Jayapura jam 08.00 GMT+7, sampai Bandara Kuala Namu Medan sekitar sore hari pukul 17.30 GMT+7.

IMG_20140911_070603

Tiba di Bandara Kuala Namu, saya langsung menuju stasiun kereta api bandara yang berada di area kedatangan. Di situ, saya langsung menuju mesin tiket dan membeli tiket dari Kuala Namu ke Stasiun Medan dengan harga promosi Rp.60.000,-.

IMG_20140911_200916

Mesin penjual tiket pun mengeluarkan tiket kereta berikut struk yang berisi informasi nomor kursi tempat saya akan duduk di kereta menuju Medan ini.

IMG_20140911_201312

Saya mencoba membeli dengan menggunakan kartu kredit di mesin penjual tiket itu dan ternyata berhasil dengan mulus. Kereta Bandara Kuala Namu ada setiap 30 menit, sehingga tidak berapa lama kereta sudah siap berangkat dan kami pun masuk ke dalam kereta.

IMG_20140911_201506

Kereta nyaman karena masih baru dan bagus, dan saya berharap KAI bisa menjaga agar kereta ini selalu bagus dengan perawatan yang prima.

IMG_20140911_202754

Tiba di Stasiun Medan, saya langsung menuju ke lantai 3 stasiun untuk menginap. DI stasiun Medan terdapat hotel d’Prima yang terintegrasi dengan stasiun, sehingga untuk masuk ke hotel tidak perlu keluar stasiun, namun langsung naik lift atau tangga ke lantai 3 untuk check in.

IMG_20140911_213216

Kamar hotel ini bersih dan nyaman. Namun, yang tidak biasa dengan suara bising, jangan kaget karena banyak pengumuman stasiun dan kereta yang keluar masuk Stasiun Medan. Nah, kalau sekedar jalan-jalan, langsung saja di belakang stasiun ada Centre Point, tempat perbelanjaan yang lumayan besar dan lengkap di Medan, yang baru saja beroperasi.

IMG_20140911_213231

NB: Tulisan ini merupakan rangkaian perjalanan saya dari Jayapura - Medan - Toba - Samosir - Kuala Lumpur - Jogja