Sabtu, 07 Desember 2013

Mengenal Bahasa Wamena: Wam

Kali ini saya akan membahas mengenai bahasa orang Wamena. Istilah ‘wam’ ini cukup terkenal di daerah Pegunungan Tengah Papua karena merupakan salah satu bahan kebutuhan pokok orang di sana.

Kita mulai dari salah satu foto di rumah makan yang ada di depan Samsat Wamena di Jl. Yos Sudarso Wamena, Jayawijaya. Rumah makan yang dikelola Pak Wenang ini menjual wam dan RW. Singkatan dari RW adalah merujuk kepada bahasa Tombulu (Minahasa) yaitu “rintek wuuk” atau bulu halus. Ini adalah bahasa halus untuk anjing. Kalau dalam bahasa Jawa saya ingin sekali menyingkat RW dalam kearifan lokal Jogja menjadi SG atau segawon atau mungkin jika ada yang ingin bikin warung makan bisa pakai nama Nasi Pawon (Nasi Pakai Segawon) untuk mengganti istilah sengsu yang menurut saya sudah terlalu mainstream.

wenang

Dengan menganalisa kata RW, kita bisa membuat asosiasi antara RW dengan wam, yaitu mereka adalah sama-sama binatang. Dan inilah penampakan wam setelah matang. Makanan berikut disebut sebagai wam kecap.

wam_kecap

Ketika saya bertanya kepada kebanyakan orang di Wamena, mereka mengasosiasikan wam adalah hewan yang disebut sebagai babi. Namun, saya mencoba menelusuri lebih jauh mengenai istilah wam ini.

Lalu saya bertanya lebih lanjut mengenai bahasa untuk sapi, anjing, kuda, buaya. Mereka juga menjawab bahwa itu juga wam. Menurut beberapa penutur bahasa di sana, mereka mengatakan bahwa wam adalah untuk menyebut hewan besar yang memiliki kaki 4. Mengenai asosiasi dengan babi, karena pada waktu itu di wamena sebelum masuknya peradaban dari luar, hewan yang hidup hanya babi saja. Jadi mereka tidak memiliki bahasa asli untuk hewan besar berkaki empat yang lain.

Terlepas dari kontroversi mengenai haramnya produk ini, harga seekor wam di sini cukup fantastis. Rata-rata seekor wam dewasa siap untuk bakar batu harganya bisa mencapai harga 30 juta rupiah. Sapi Bali yang hidup di sini paling laku rata-rata 5 juta rupiah seekor. Hal ini karena wam digunakan sebagai aset untuk menunjukkan status sosial, untuk pembayaran tertentu, misalnya untuk mahar perkawinan atau untuk membayar denda.

Dalam kasus membayar denda, misalnya ada seorang yang meninggal karena dibunuh, maka biasanya nyawa ganti nyawa yang menyebabkan adanya perang suku. Namun, dalam kondisi tertentu perdamaian bisa dilakukan dengan membayar denda tertentu, misalnya orang yang sudah terbunuh diganti dengan wam dengan jumlah tertentu sesuai kesepakatan kedua belah pihak.

Itulah informasi sekilas mengenai wam. Wa.. wa.. wa..!!

1 komentar:

za mengatakan...

Wah ada acara apa ke Wamena? Seru ceritanya.

Posting Komentar